Kamis, 19 Desember 2013

LITERATUR INI MEMBUKTIKAN PENTINGNYA KITA BERFIKIR



APABILA PIKIRAN YANG CEMERLANG TIDAK DIHADIRKAN SAAT KITA MEMBAHAS SUATU PERSOALAN AGAMA AKAN MELECENG DARI MAKSUD ALLAH SENDIRI. JUSTERU ITULAH QUR-AN DIPERLUKAN PENDAMPINGNYA YANG CEMERLANG 


BERMEGAH-MEGAH TELAH MEMBUAT KAMU LALAI, HINGGA KAMU MASUK KUBUR 
(Q.S.At Takatsur: 1 - 2)


Bismillaahirrahmaanirrahiim
Di sebuah negara yang tidak muncul pembela kaum dhu'afa, seorang miskin merintih dalam hidupnya di gubuk derita. Ketika dia mendatangi seorang Kiyai kenapa dia mengalami kehidupan yang sangat pahit, Kiyai itu menganjurkan dia agar membaca Al Qur-an setiap malam terutama sekali malam Jum'at kliwon.

Dengan merasa lega simiskin itu pulang terus mempraktekkan pesan sang Kiyai tadi hingga hampir tamat, namun perobahan hidupnya tetap saja tidak muncul. Sebulan kemudian dia mendatangi kembali sang Kiyai tadi dan memberitahukan dia bahwa kehidupannya tidak berobah dan dia makin susah menjalani hidupnya, takpernah muncul tetangga yang mau membantunya. Ustaz tadi mengatakan bahwa itu pesan Rasulullah melalui Hadistnya dan bolehkamu tanyakan kepada Kiyai manapun, kalau bukan Hadist Rasulullah. Mendengar jawaban sang Kiyai demikian tegas, simiskin itupun pulang tanpa memahaminya bagaimana supaya kehidupannya bisa berobah.

Pembaca yang mulia. Mari kita pikirkan sedalam-dalamnya persoalan tersebut mengapa sampai demikian? Persoalan apakah yang tidak beres disini hiungga tidak mendapat jalan keluar bagi kaum yang miskin itu?

Ini sebuah contoh bagi kita untuk memahami Hadist dan juga Al Qur-an melalui pesan Al Qur-an itu sendiri yang selalu diulang ulang dalam Al Qur-an yaitu "Afala ta'qilun dan afala yatazakkarun". Allah berpesan kepada kita agar berfikir bagi kita yang ber'akal. Kita harus memahami persis dalam kondisi dan situasi bagaimana suatu ayat itu diturunkan dan kedalam situasi dan kondisi bagaimana tepatnya diterapkan. Apakah ayat itu memiliki arti yang tersurat atau arti tersirat. Apakah ayat itu termasuk ayat muhkamat (kat'i) atau mutasyabihat. Apakah ketika ayat tersebut digunakan ketika system Allah sudah wujud atau sebelum wujud. Demikian juga mengenai Hadist. Apalagi tidak ada ayat Al Qur-an yang menjamin bahwa Hadist Rasulullah itu takdapat dipalsukan. Sementara Al Qur-an memang mendapat jaminan Allah sendiri bahwa terpelihara dari pemalsuan. Memang banyak orang yang mencoba-coba untuk memalsukan Ayat-ayat Al Qur-an, namun selalu ketahuan atau terbongkar kepalsuan tersebut. namun ada kemungkinan lain yang menyebabkan manusia takmampu mnemahaminya, yaitu akibat sifat fanatik buta yang mereka miliki hingga membaca-baca saja Al Qur-an itu tanpa berdaya upaya untuk memahami dan menangkap pesan Allah didalamnya.

Ketika saya pergi ke Jawakarta dulu, saya merasa heran kenapa kebanyakan Mesjid itu Khutbahnya disajikan dalam bahasa Arab doang. Ketka saya tanyakan kepada orang-orang yang berilmu diantara mereka, jawabannya tidak boleh kita gunakan bahasa apapun dalam Khutbah itu. Apabila kita gunakan juga, khutbahnya tidak sah. Sebab dua khutbah itu sebagai ganti dari dua raka’at shalat Jum’at yang berasal dari 4 raka’æat shalat Dhuhur. Ma’af anda mazhab apa, Tanya saya. Kami disini semua mazhab Syafi’i, jawabnya. Lalu saya katakana bahwa didalam kitab Imam Syafi’i asli yang lazim dipanggil dengan kitab Om tertulis dengan jelas bahwa khutbah itu disajikan dalam bahasa Arab tapi kalau jama’ahnya terdiri dari orang-orang ‘Ajam, hanya rukun-rukunnya saja dalam bahasa Arab sedangkan penjelasannya musti dalam bahasa ‘ajam itu sendiri agar mereka memahami pelajaran yang diberikan Khatib di setiap hari jum’at untuk kesempurna’an pengetahuannya. Lalu kiyai itu mengambil kitab tersebut, saya memintanya membuka mulai dari masalah Khutbah, Kenduri orang mati dan Talkin. Ternyata dia memperkuatkan pendapatnya dengan menunjukkan keterangan yang tertulis dipinggir halaman kitab tersebut. Saya katakan kepadanya bahwa itu bukan pernyataan Imam Syafi’i, itu adalah syarahan muridnya sepeninggal Imam Syafi’i. Tanpa memberi komentar lagi dia melihat bagian kenduri pada orang mati. Disana dia melihat pendapat Imam Syafi’i bahwa kenduri orang mati itu sunnah apabila simati itu orang kaya dan semua anggota keluarga simati itu sudah terlepas dari tanggung jawab simati tersebut (untuk mencegah kita agar tidak makan harta anak yatim, pen). Apabila si mati itu meninggalkan anak yatim maka kenduri itu bid’ah mungkarah. Ternyata kiyai tersebut tidaklagi melihat tulisan disamping halaman tersebut. Disebabkan saya masih ada keperluan lain dan mengingat dua persoalan tadi sudah memadai, sayapun pamit untuk meninggalkannya.

Kembali kepersoalan pokok tadi bahwa ketika kita mendengar Hadist Nabi, kita tidak berfikir dalam situasi dan kondisi bagaimana. Rasulullah mengatakan kepada orang-orang yang berbahasa ’Arab, dimana ketika mereka membaca Al Qur-an, mereka langsung dapat memahaminya disebabkan Al Qur-an itu disajikan dalam bahasa ’Arab. Andaikata sang Kiyai tadi memahami kondisi yang demikian, tentu dia pesankan kepada orang miskin tadi agar membaca juga terjemahannya dalam bahasa yang dia pahami. Andaikata orang miskin itu menerima jawaban yang demikian, tentu dia memfokuskan bacaannya pada surah atau ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah dia sendiri seperti Suarh At Takatsur: ”Bermegah-megah telah membuat kamu lalai, hingga kamu masuk kubur. Sekali-kali jangan demikian nanti kamu akan mengetahuinya (akibat perbuatanmu itu). Dan sekali-kali jangan demikian kelak kamu akan mengetahui. Jangan demikian, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahim. Kemudian kamu benar-benar akan melihat dengan ”ainal yakin” (mata yang yakin). Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di Dunia itu)”. Sadaqallahul æ’adzim.

Andaikata orang miskin tadi melihat terjemahan surah itu saja akan mudah mengambil kesimpulan bahwa sesungguhnya orang-orang yang kaya yang tidak menggubris kehidupan orang miskin itulah justru yang sangat malang di Akhirat nanti. Ternyata Allah sampai 3 kali menggunakan kata-kata ”Kalla”. Hal ini menunjukkan begitu pentingnya peringatan itu agar mereka tidak beralasan nanti ketika mereka diazabkan Allah dalam neraka kelak.sesuai firmanNya: "Dan Kami tidaklah menganiaya mereka, namun merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri...." (QS, 11: 101)

Ketika orang-orang dhalim meminta untuk kembali sekali lagi kedunia, ingin menukar tempatnya yang penuh azab itu dengan anggota keluarganya yang benar-benar beriman dan ber’amal shalih dan memohon agar dijadikan tanah saja sebagai permohonan yang terakhir, Allah menempelak mereka: "Bukankah sudah kuperintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak tunduk patuh kepada syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan tunduk patuhlah kepada da Ku. Inilah jalan yang selurus-lurusnya. Sesungguhnya syaithan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantarakamu. Apakah kamu tidak berfikir ? Inilah Jahannam yang dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah kamu kedalamnya hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, tangan dan kaki Kami minta kesaksian terhadap apa yang telah mereka kerjakan dahulu" (QS,36: 60-65).

Disamping itu orang miskin tadi juga dapat membaca surah Al A’raf ayat 157 sebagai pesan Allah kepada orang-orang yang mengikuti Rasulullah untuk membebaskan kaum dhu’afa dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka. Dengan demikian dia tidak akan mengikuti kiyai yang senang berkhutbah tapi membiarkan orang miskin hidup terlunta-lunta, sementara Kiyai itu hidup mewah. Selanjutnya orang miskin tadi juga dapat membaca terjemahan surah Al Fajr serta memfokuskan pada ayat 17, 18, 19 dan 20 yang membicarakan tentang akibat tidak menghiraukan kehidupan orang-orang miskin dan mencintai harta secara berlebih-lebihan. Persoalan tersebut dimantapkan lagi oleh Rasulullah melalui hadistnya: "Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk sebuah desa tidur nyenyak sedangkan ada salah seorang dari mereka yang kelaparan, maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat".

Billahi fi sabililhaq
hsndwsp di Ujung Dunia


Minggu, 15 Desember 2013

KEBENARAN YANG HILANG


DISEBABKAN PERAN PARA POLITIKUS 'SALAH MAKAN OBAT' YANG TIDAK MENERIMA IMAM ALI SEBAGAI GANTI RASULULLAH DENGAN ALASAN KHAWATIR KEPEMIMPINAN HANYA BERKISAR DILINGKUP KELUARGA RASULULLAH SAJA, MEREKA MEMBUAT RAPAT GELAP DI BELAKANG KA'BAH PASKA PENUNJUKAN IMAM ALI AS DI GHADIRKHUM

Akibatnya kepemimpinan Islam diserobot oleh keluarga Abu Sofyan bin Harb via Muawiyah (Bani Umaiyyah)  Pasca kesyahidan Imam Ali as



Dan Tersingkaplah Kebohongan

Hadis yang menyatakan "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin sepeninggalku, dan peganglah erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu" dan hadis yang menyatakan "Sesungguhnya aku meninggalkan dua perkara yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunahku", keduanya bagi saya merupakan dalil terkuat yang saya gunakan ketika saya cenderung kepada pemikiran Wahabi. Saya hafal betul kedua hadis tersebut sering diulang-ulang oleh para ulama mereka di dalam buku-buku dan ceramah-ceramahnya, tidak terlintas di dalam benak saya untuk memeriksa referensi aslinya. Bagi saya kedua hadis itu sebagai sesuatu yang pasti dan tidak perlu diragukan lagi. Karena kedua hadis itu merupakan dasar utama bangunan pemikiran Ahlus Sunnah, lebih khusus lagi pemikiran Wahabi yang dibangun kokoh di atas dasar kedua hadis ini. Tidak terlintas sedikit pun di dalam benak saya untuk meragukan kesahihan kedua hadis tersebut. Hadis ini pula yang menjadi landasan titik tolak bergabungnya saya ke dalam mazhab Ahlus Sunnah. Oleh Karenanya, keraguan terhadap hadis tersebut merupakan keraguan akan keanggotan saya ke dalam mazhab Ahlus Sunnah.

Pemikiran ini bukanlah merupakan produk jaman sekarang atau produk pemikiran Ahlus Sunnah, melainkan telah dirancang sejak masa silam dengan tujuan untuk menyembunyikan kebenaran dan menghadapi jalan Ahlul Bait, memerankan Islam dengan bentuknya yang paling indah. Namun sangat disayangkan, kebanyakkan mazhab pemikiran berdiri di atas reruntuhan perancang yang jahat itu. Mereka menganut pemikiran-pemikirannya sedemikian rupa, sehingga seolah-olah sebagai sesuatu yang turun dari Allah. Mereka menyebarkan dan membelanya dengan segala cara. Wahabi merupakan contoh yang jelas dari korban perancang jahat tersebut, yang telah menjerumuskan umat Islam ke dalam jurang perpecahan.

Kita akan berusaha menyingkap sedikit tipu daya dan persekongkolannya pada tiap-tiap bab buku ini.

Yang perlu menjadi perhatian kita dari perancang di atas, di dalam masalah ini, ialah bahwa kedua hadis di atas adalah merupakan langkah pertama untuk menyelewengkan agama, merubah perjalanan risalah dan menjauhkan kaum Muslimin dari hadis Rasulullah saw, "Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua perkara yang sangat berharga, yang jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku", yang merupakan hadis mutawatir yang diriwayatkan oleh kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah dan Syi'ah, namun tangan-tangan jahil telah berusaha menyembunyikannya dari pandangan manusia, dan sebagai gantinya mereka menyebarkan hadis "Kitab Allah dan sunahku" dan hadis "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin...." yang kelak akan tersingkap ke-dhaifan-nya.

Saya terkejut manakala mendengar pertama kali hadis "... Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku". Saya takut ... dan berharap hadis itu tidak sahih, karena dia akan meruntuhkan bangunan pemikiran agama saya, dan bahkan lebih jauh lagi akan merobohkan tiang penyangga Ahlus Sunnah. Namun, angin bertiup tidak sebagaimana yang diinginkan perahu .... dan yang terjadi justru sebaliknya manakala saya memeriksa kedua hadis di atas ke dalam referensi-referensi aslinya, saya menemukan bahwa hadis ".. Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku ..." termasuk hadis sahih yang tidak dapat seorang pun meragukannya. Berbeda dengan hadis "... Kitab Allah dan sunahku ..", yang tidak lebih hanya merupakan hadis ahad yang marfu' atau mursal. Melihat itu hati saya menjadi terpukul. Dari sinilah awal mula saya melakukan pembahasan. Setelah itu mulailah terkumpul beberapa petunjuk satu demi satu, sehingga pada akhirnya tersingkaplah kebenaran dengan sejelas-jelasnya. Di sini kita akan buktikan ke-dhaif-an hadis "Kamu harus berpegang kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin .." dan hadis ".. Kitab Allah dan sunahku ..", serta sekaligus kesahihan hadis ".. Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku ..", yang merupakan peluru pertama yang mengenai jantung pemikiran Ahlus Sunnah.

Hadis "Kamu Harus Berpegang Teguh Kepada Sunahku Dan Sunah Para Khulafa` Rasyidin" Merupakan Kebohongan Yang Nyata

"Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin sepeniggalku, dan peganglah erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu."

Orang yang melihat hadis ini untuk pertama kali dia akan mengira hadis ini merupakan hujjah yang kokoh dan petunjuk yang jelas akan kewajiban mengikuti mazhab para Khulafa` Rasyidin. Yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dan tidak mungkin membawanya ke arti lain, kecuali dengan melakukan takwil yang didasari ta'assub. Dari sini tampak sekali kehebatan tipuan dan kelihaian para pemalsu. Di dalamnya mereka menetapkan kebenaran mazhab Ahlus Sunnah —madrasah Khulafa` Rasyidin— dihadapan madzhab Syi'ah —madrasah Ahlul Bait. Dari sini kita dapat menjelaskan bahwa pertumbuhan madrasah-madrasah pemikiran Ahlus Sunnah adalah di dalam rangka menentang mazhab Ahlul Bait. Karena madrasah-madrasah tersebut berdiri di atas dasar hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya. Namun, dengan menggunakan pandangan ilmiah dan dengan sedikit bersusah payah di dalam meneliti kenyataan sejarah dan hal-hal yang melingkupi hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya, atau dengan melihat ke dalam ilmu hadis dan ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil, niscaya akan tampak dengan jelas kebohongan hadis ini. Sungguh sangat bodoh jika seorang Ahlus Sunnah berhujjah kepada orang Syi'ah dengan hadis ini. Itu dikarenakan hadis ini hanya ada di kalangan Ahlus Sunnah, sehingga mereka tidak bisa memaksa orang Syi'ah dengan hadis yang tidak mereka riwayatkan di dalam kitab-kitab referensi mereka. Namun, disebabkan saya seorang pembahas dari kalangan Ahlus Sunnah maka mau tidak mau saya harus bertitik tolak dari kitab-kitab referensi Ahlus Sunnah, sehingga dapat menjadi pegangan bagi saya; dan ini yang menjadi acuan saya di dalam melakukan pembahasan. Kita harus bersandar kepada acuan ini di dalam berdialog dan berargumentasi. Karena sebuah argumentasi tidak dapat dikatakan argumentasi kecuali jika mengikat pihak lawan, sehingga menjadi hujjah baginya. Dan ini yang tidak disadari oleh kebanyakkan ulama Ahlus Sunnah manakala mereka berhujjah kepada orang-orang Syi'ah. Misalnya, mereka berhujjah dengan menggunakan hadis ini, sementara orang Syi'ah berhujjah dengan menggunakan hadis ".. Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku .." Perbedaan di antara kedua hujjah ini sangat besar sekali. Karena hadis "sunahku" hanya ada di dalam kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah sementara hadis "'itrah Ahlul Baitku" dapat ditemukan di dalam kitab-kitab hadis kedua kelompok. REFERENSI-REFERENSI HADIS Sesungguhnya kesulitan pertama yang dihadapi hadis "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin ..." ialah Bukhari Muslim membuangnya dan tidak meriwayatkannya. Dan ini berarti kekurangan di dalam derajat kesahihannya. Karena sesahih-sahihnya hadis adalah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh dua orang Syeikh, yaitu Bukhari dan Muslim. Kemudian yang diriwayatkan oleh Bukhari saja. Lalu yang diriwayatkan oleh Muslim saja. Kemudian yang memenuhi syarat keduanya. Kemudian yang memenuhi syarat Bukhari saja. Dan kemudian yang memenuhi syarat Muslim saja. Keutamaan-keutaman ini tidak terdapat di dalam hadis di atas. Hadis di atas terdapat di dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi dan Sunan ibnu Majah. Para perawi hadis ini selurahnya tidak lolos dari kelemahan dan tuduhan dalam pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Orang yang meneliti biografi mereka dapat melihat hal ini dengan jelas. Pada kesempatan ini saya tidak bisa mendiskusikan seluruh para perawi hadis ini seorang demi seorang, dengan berbagai macam jalannya, dan dengan menukil pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-ta'dil tentang mereka. Melainkan saya akan mencukupkan dengan hanya mendhaifkan seorang atau dua orang perawi dari musnad setiap riwayat. Itu sudah cukup digunakan untuk mendhaifkan riwayat tersebut, se-bagaimana yang disepakati oleh para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Karena, bisa saja perawi yang dhaif ini sendiri yang telah membuat riwayat ini. Riwayat Turmudzi Turmudzi telah meriwayatkan hadis ini dari Bughyah bin Walid. Dan, inilah pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil tentang Bughyah bin Walid: Ibnu Jauzi berkata tentangnya di dalam sebuah perkataan, "Sungguh kami ingat bahwa Bughyah telah meriwayatkan dari orang-orang yang majhul dan orang-orang lemah. Mungkin saja dia tidak menyebutkan mereka dan tidak menyebutkan orang-orang yang meriwayatkan baginya."[6] Ibnu Hiban berkata, "Tidak bisa berhujjah dengan Bughyah."[7] Ibnu Hiban juga berkata, "Bughyah seorang penipu. Dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah, dan para sahabatnya tidak meluruskan perkataannya dan membuang orang-orang yang lemah dari mereka."[8] Abu Ishaq al-Jaujazani berkata, "Semoga Allah merahmati Bughyah, dia tidak peduli jika dia menemukan khurafat pada orang tempat dia mengambil hadis."[9] Dan ucapan-ucapan lainnya dari para huffadz dan ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Dan apa yang telah kita sebutkan itu sudah cukup. Sanad Hadis Pada Abu Dawud Walid bin Muslim meriwayatkan hadis dari Tsaur an-Nashibi. Sebagaimana kata Ibnu Hajar al-'Asqolani, "Kakeknya telah terbunuh pada hari Muawiyah terserang penyakit sampar. Adapun Tsaur, jika nama Ali disebut dihadapannya dia mengatakan, "Saya tidak menyukai laki-laki yang telah membunuh kakek saya."[10] Adapun berkenaan dengan Walid, adz-Dzahabi berkata, "Abu Mushir mengatakan Abu Walid seorang penipu, dan mungkin dia telah menyembunyikan cacat para pendusta."[11] Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata "Ayah saya ditanya tentangnya (tentang Walid), dia menjawab, 'Dia seorang yang suka mengangkat-angkat."[12] Dan begitu juga perkataan-perkataan yang lainnya. Itu sudah cukup untuk mendhaifkan riwayatnya. Sanad Hadis Pada Ibnu Majah. Diriwayatkan melalui tiga jalan: - Pada jalan hadis pertama terdapat Abdullah bin 'Ala. Adz-Dzahabi berkata tentangnya, "Ibnu Hazm berkata, 'Yahya dan yang lainnya telah mendaifkannya.'[13] Dia telah meriwayatkan hadis dari Yahya, dan Yahya adalah seorang yang majhul dalam pandangan Ibnu Qaththan."[14] - Adapun pada jalan yang kedua terdapat Ismail bin Basyir bin Manshur. Dia itu seorang pengikut aliran Qadariyyah di dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib.[15] Adapun pada jalan ketiga disisi ibnu majah adalah sebagai berikut: Hadis diriwayatkan dari Tsaur —seorang nashibi— Abdul Malik bin Shabbah. Di dalam kitab Mizan al-I'tidal disebutkan, "Dia dituduh mencuri hadis."[16] Di samping itu, hadis tersebut sebagai hadis ahad. Seluruh riwayatnya kembali kepada seorang sahabat, Urbadh bin Sariyah. Hadis ahad tidak bisa digunakan sebagai hujjah, disamping Urbadh termasuk pengikut dan agen Muawiyah. Maaf sambungan tidak diizinkan. Saya bheran kenapa tidak diizinkan padahal keyakinan saya dan harapan siapapun saya izinkan mengambil tulisan saya walaupun tidak menulis sumbernya sebab ini mengharapkan kerfedhaan Allah. Kalaupun di tulis sumbernya adalah lebih afdhal. Terima kasih...

Kamis, 12 Desember 2013

FUNGSI PARA IMAM (PENDAMPINGI AL QUR-AN) AGAR AGAMA ISLAM TETAP MURNI SEBAGAIMANA DIMAKSUDKAN ALLAH SWT


PARA IMAM TIDAK PERNAH BELAJAR PADA SIAPAPUN KECUALI PADA ORANGTUA MEREKA SENDIRI
SEBAGAI IMAM SEBELUMNYA 
JUSTERU ITULAH ILMU BEREKA TIDAK BERBEDA
DARI IMAM PERTAMA SAMPAI IMAM TERAKHIR 
SESUAI DENGAN ILMU RASULULLAH  SAWW SENDIRI


SEBAGAIMANA PARA RASUL, PARA IMAM PENDAMPING QUR-AN JUGA PARA IDEOLOG YANG DIUTUS ALLAH SWT AGAR PASKA KEWAFATAN RASULULLAH UMMAH TIDAK AKAN SESAT

Soal jaka ditanyai orang kita, pakai gaya klasik: „ Andaikata kita berargument bahwa Imam ‚Ali, Fatimah Az Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein, tidak maksum dengan dalih bahwa ayat 33 surat Al-Ahzab tidak berbunyi dalam bentuk (past tense) „Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dosa kamu ahlul bait dan telah membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”. Tetapi, kenyataannya yang tertera dalam ayat 33 surat Al-Ahzab tidak demikian bunyinya, melainkan: ”..sesungguhnya Allah bermaksud untuk menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

Maka jawab bahwa: „ Andaikata kita dapat menerima argument seperti itu, orang itu juga nanti akan berargument bahwa Nabi Muhammad dan keluarganya juga tidak selamat (semoga Allah mengampuni kita dari membuat perandaian yang demikian). Orang-orang yang memiliki argument seperti itu berdalih bahwa dalam setiap selawat yang kita ucapkan dalam Shalat baru tingkat meminta keselamatan bagi Nabi dan keluarganya. Justru itu logika macam itu keliru 180 derajat alias bathil. Disinilah perlu kita lihat peringatan Allah dan Rasulnya agar tidak menafsirkan Al Qur-an itu dengan nafsunya. Yang dimaksudkan menafsirkan atau menggali Al Qur-an dengan nafsunya adalah menyesuaikan kesimpulannya dengan keyakinan kita sebelummnya.

Keyakinan mereka itu jauh sebelumnya bahwa Ahlulbait itu tidak maksum. Kalau kita meyakini argument orang-orang seperti itu sungguh bebaslah menafsirkan Al Qur-an itu sesuai nalarnya masing-masing tanpa perlu kita merujuk kepada pribadi-pribadi yang ditunjukkan Allah dan Rasulnya untuk mendampingi Al Qur-an agar tidak menyeleweng.

Pribadi-pribadi yang ditunjukkan Allah dan Rasulnya itu adalah Ahlulbait Rasulullah sendiri yang diperjelas dengan ayat-ayat lainnya serta Hadist Rasulullah sendiri yaitu Imam ‚Ali, Fatmah A Zahara, Imam Hassan dan Imam Hussein plus 9 orang Imam lainnya yang berasal dari keturunan Imam Hussein as.

Untuk lebih jelas marilah kita kaji Hadist-hadist sebagai argument tentang pribadi-pribadi yang telah ditunjukkan Allah dan Rasulnya dalam alinia-alinia berikut ini, dimana untuk waktu selanjutnya nanti, insya Allah akan kita paparkan bukti keimamahan Imam-Imam lainnya sebagai pribadi-pribadi lainnya dalam mendampingi Al Qur-an:
Di antara hadis-hadis yang mengikatku dan mendorongku untuk ikut Imam Ali adalah hadis yang diriwayatkan dalam berbagai Kitab Shahih Ahlu Sunnah sendiri. Dalam mazhab Syi'ah mereka juga memiliki hadis-hadis serupa itu berlipat-ganda. Namun saya seperti biasa tidak akan berhujah dan berpegang kecuali kepada hadis-hadis yang telah disepakati oleh kedua mazhab. Di antara hadis-hadis tersebut adalah:

"Aku kota ilmu dan Ali pintu gerbangnya." 1

Hadis ini saja sebenarnya sudah cukup untuk menentukan siapa teladan yang mesti diikuti setelah Nabi saww. Mengingat orang yang berilmu adalah lebih utama untuk diikuti dibanding kan dengan orang yang jahil. Allah berfirman: "Katakanlah apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu." Dan firman-Nya: "Apakah seseorang yang menun jukkanmu kepada kebenaran lebih utama untuk diikuti ataukah orang yang tidak membimbing mu kecuali ia perlu dibimbing. Maka bagaimana kalian membuat keputusan?" Jelas bahwa orang alimlah yang tahu membimbing sementara orang jahil perlu mendapatkan bimbingan, bahkan ia perlu bimbingan lebih dari orang lain.

Dalam hal ini sejarah telah mencatatkan kepada kita bahwa Imam Ali adalah sahabat yang paling alim tanpa sedikitpun bantahan. Dahulunya para sahabat merujuk Ali dalam perkara-perkara yang pokok yang tidak dapat mereka selesaikan. Dan kita tidak pernah menemukan yang Ali pernah merujuk mereka walau satu kali sekalipun. Dengarlah apa yang dikatakan oleh Abu Bakar: "Semoga Allah tidak menetapkanku di suatu tempat yang ada masalah kalau Abu Hasan (Ali) tidak hadir di sana." Umar berkata: "Kalaulah Ali tiada maka celakalah Umar." 2 Ibnu Abbas berkata: "Apalah ilmuku dan ilmu sahabat-sahabat Muhammad dibandingkan dengan ilmu Ali. Perbandingannya bagaikan setetes air dengan tujuh samudera."

Imam Ali sendiri berkata: "Tanyalah aku sebelum kalian kehilanganku. Demi Allah, tiada soa lan yang kalian hadapkan padaku sampai hari kiamat kecuali aku beritahu kalian apa jawaban nya. Tanyakan kepadaku tentang Kitab Allah. Demi Allah, tiada suatu ayatpun kecuali aku tahu dimana ia diturunkan; di waktu malam atau siang, di tempat yang datar atau di pegunungan."3

Sedangkan Abu Bakar ketika ditanya makna Abban dari firman Allah: wa fakihatan wa abban, beliau berkata: "Langit mana yang dapat melindungiku, bumi mana yang dapat kujadikan tempat berpijak daripada berkata sesuatu di dalam Kitab Allah apa yang tidak kuketahui?"

Umar bin Khattab pernah berkata: "Semua orang lebih faqih dari Umar, hatta wanita-wanita." Ketika beliau ditanya tentang suatu ayat dalam Kitab Allah, beliau marah sekali pada orang yang bertanya itu, lalu memukulnya dengan cambuk sampai melukainya. Katanya: "Jangan kalian tanya tentang sesuatu yang jika nampak kepada kalian, maka kalian akan terasa tidak enak."4 Sebenarnya beliau ditanya tentang makna Kalalah, tapi tak tahu menjawabnya.
Di dalam tafsirnya, Thabari meriwayatkan dari Umar yang berkata: "Seandainya aku tahu apa makna kalalah maka itu lebih kusukai daripada memiliki seperti istana-istana Syam."

Ibnu Majah dalam Sunannya meriwayatkan dari Umar bin Khattab yang berkata: "Tiga hal yang apabila Rasulullah SAWW telah menjelaskannya maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya: al-Kalalah, ar-Riba dan al-Khilafah."  Subhanallah! Mustahil Rasulullah diam dan tidak menjelaskan perkara-perkara itu. "Hai Ali, kedudukanmu di sisiku bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tiada Nabi setelahku."

Hadis ini seperti yang dipahami oleh orang-orang yang berakal sehat menyirat makna keuta maan dan kekhasan amir al-Mukminin Ali di dalam menyandang kedudukan wazir, washi dan khalifah, sebagaimana Harun yang menjadi wazir, washi dan khalifahnya Musa ketika beliau berangkat menemui Tuhannya. la juga menyirat arti bahwa kedudukan Imam Ali adalah umpa ma kedudukan Harun as. Kedua mereka memiliki kemiripan, melainkan kenabian saja seperti yang dikecualikan oleh hadis itu sendiri. la juga berarti bahwa Imam Ali adalah sahabat yang paling utama dan paling mulia setelah Nabi SAWW itu sendiri.

"Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka Alilah pemimpinnya. Ya Allah, bantu lah mereka yang mewila'nya, dan musuhilah mereka yang memusuhinya. Jayakanlah mereka yang menjayakannya, dan hinakanlah mereka yang menghinakannya, liputilah haq bersamanya dimanapun dia berada."

Hadis ini saja sudah cukup untuk menolak dugaan orang yang mengutamakan Abu Bakar, Umar dan Utsman atas seseorang yang telah dilantik oleh Rasulullah saww sebagai pemimpin kaum mukmin setelahnya. Mereka yang mentakwilkan kalimat maula dalam hadis ini dengan arti sebagai pecinta dan pembantu semata-mata karena ingin memalingkan arti yang sebenar nya dengan alasan ingin memelihara kemuliaan para sahabat. Karena ketika Nabi saww menyampaikan pesannya ini beliau berkhutbah dalam keadaan matahari panas terik. Katanya: "Bukankah kalian menyaksikan bahwa aku adalah lebih utama dari orang-orang mukminin atas diri mereka sendiri?" Mereka menjawab: ya, wahai Rasulullah. Kemudian beliau melanjutkan: "Siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya) maka inilah Ali maulanya..."

Nas ini sangat jelas dalam melantik Ali sebagai khalifah untuk ummatnya. Orang yang berakal, adil dan insaf tak dapat menolak pengertian maksud hadis ini lalu menerima takwilan yang direka oleh sebagian orang demi menjaga kemuliaan sahabat dengan mengorbankan kemulia an Rasul saww. Karena dengan demikian ia telah meremehkan dan mencela kebijaksanaan Rasulullah yang telah menghimpun ribuan manusia dalam keadaan cuaca yang sangat terik dan panas hanya semata-mata karena ingin mengatakan bahwa Ali adalah pecinta kaum mukminin dan pembela mereka. Bagaimana mereka akan menafsirkan ucapan selamat yang diberikan oleh barisan orang-orang mukminin kepada Ali setelah pelantikan itu, yang sengaja diciptakan oleh Nabi saww? Pertama-tama yang mengucapkannya adalah para istri Nabi, kemudain Abu Bakar dan menyusul Umar yang berkata: "Selamat, selamat untukmu wahai putra Abu Thalib. Kini kau adalah pemimpin orang-orang mukminin, laki-laki atau perempuan."

Fakta sejarah juga telah menyaksikan bahwa mereka yang mentakwil adalah orang-orang yang berdusta. Celakalah apa yang mereka tulis dengan tangan mereka. Firman Allah: "Dan sesung guhnya sebagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengeta hui" (al-Baqarah: 146) "Ali dariku dan aku dari Ali. Tiada siapa yang mewakili tugasku kecuali aku sendiri atau Ali" 5

Hadis ini juga dengan jelas menyatakan bahwa Imam Ali adalah satu-satunya orang yang dibe rikan kepercayaan oleh Nabi untuk mewakili tugasnya. Nabi nyatakan ini ketika beliau mengu tusnya untuk mengambil dan membacakan surah al-Baraah yang pada mulanya diserahkan pada Abu Bakar. Abu Bakar kembali dan menangis. Katanya, "Duhai Rasulullah, apakah ada ayat turun berkenaan denganku?" Rasulullah menjawab: "Allah hanya menyuruhku atau Ali saja yang melaksanakan tugas ini."

Hadis ini juga mendukung sabda Nabi yang lain kepada Ali: "Engkau hai Ali, menjelaskan kepada ummatku apa yang mereka perselisihkan setelah ketiadaanku."6

Jika tiada orang yang diberikan kepercayaan oleh Rasulullah kecuali Ali, dan Alilah yang paling layak untuk menjelaskan kepada ummat ini segala permasalahan yang dihadapi, maka kenapa orang yang tidak tahu akan makna kalimat abbaa dan kalimat kalalah mengambil alih haknya? Sungguh ini adalah musibah besar yang menimpa ummat ini, dan yang menghalanginya dari menjalankan tugas penting yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Telah cukup hujjah dan ala san dari Allah, dari RasulNya dan dari Amir al-Mukminin. Mereka yang ingkar dan tidak patuh kelak harus mengajukan alasan di hadapan Allah swt. Allah berfirman: "Apabila dikatakan kepada mereka: marilah mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah dan mengikuti Rasul. Mere ka menjawab: cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walau pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk." (al-Maidah:104)

Bersabda Nabi SAWW sambil menunjuk kepada Ali: "Sesungguhnya ini adalah saudaraku, washiku dan khalifahku setelahku. Maka dengarlah dan taatilah dia." 7

Hadis ini juga terbilang di antara hadis-hadis shahih yang dinukil oleh para ahli sejarah ketika bercerita tentang peristiwa pertama yang terjadi pada masa periode awal dari era kebangkitan Nabi saww. Mereka menganggap hadis ini sebagai bagian dari mukjizat Nabi saww. Namun politik telah merobah dan memalsukan kebenaran-kebenaran dan fakta-faktanya. Tidak aneh memang. Karena apa yang pernah terjadi di zaman kegelapan tersebut kini berulang lagi di zaman sekarang. Lihatlah Muhammad Husain Haikal. Beliau telah mencatat hadis ini secara sempurna dalam kitabnya "Riwayat Hidup Muhammad" halaman 104, cetakan pertama tahun 1354 H. Tetapi dalam cetakan kedua dan seterusnya sebagian dari isi hadis nabawi ini, yakni kalimat "washiku dan khalifahku setelahku" dihapus dan digunting. Mereka juga telah mengha pus dari kitab Tafsir Thabari jilid 19 halaman 121 bagian dari sabda Nabi berikut "Washiku dan khalifahku", dan menggantinya dengan kalimat "Inilah saudaraku dan begini dan begitu..."! Mereka lalai bahwa Thabari telah menyebutnya secara sempurna dalam kitab sejarahnya jilid ke 2 pada halaman 319. Lihatlah betapa mereka telah robah kalimat dari tempatnya yang asal dan memutar-balikkan fakta-fakta. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, dan Allah tetap akan menyalakan cahaya-Nya...

Ketika aku masih menelaah dan mengkaji, aku ingin menyaksikan dengan mataku sendiri sega la apa yang telah terjadi. Aku cari buku Riwayat Hidup Muhammad cetakan pertama. Akhirnya kujumpai juga setelah mengarungi berbagai liku-liku yang sulit dan melelahkan. Alhamdulillah atas semua ini. Yang penting aku telah saksikan sendiri perobahan itu. Aku tambah yakin bah wa tangan-tangan jahat berupaya dengan segala usaha untuk menghapuskan kebenaran-kebe naran yang memang telah terbukti ada. Karena mereka menganggap bahwa ini adalah dalil kuat yang akan digunakan oleh "musuhnya"!

Tetapi bagi seorang peneliti yang adil akan merasa bertambah yakin ketika menyaksikan perobahan seumpama ini. Tanpa ragu-ragu dia akan berkata bahwa pihak kedua yang enggan menerima dalil-dalil tersebut sebenarnya tidak memiliki alasan yang kuat. Mereka hanya melakukan makar dan tipu muslihat serta memutar balik fakta walau dengan membayar mahal sekalipun. Mereka telah mengupah penulis-penulis tertentu dan mengulurkan kepada mereka berbagai kekayaan, gelar dan ijazah-ijazah perguruan tinggi yang palsu, agar dapat menuliskan segala sesuatu yang mereka inginkan baik buku atau makalah-makalah tertentu. Yang penting tulisan itu mencaci Syi'ah dan mengkafirkan mereka, serta membela dengan segala upaya (walau itu batil) "kemuliaan" sebagian sahabat yang telah belok dari kebenaran dan yang telah merobah hak menjadi batil sepeninggal Rasul saww. 


Firman Allah: "Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah jelaskan tanda-tanda kekua saan Kami kepada kaum yang yakin." (al-Baqarah: 118) Maha Benar Allah Yang Maha Agung.

[1] Mustadrak al-Hakim jil. 3 hal. 127; Tarikh Ibnu Katsir jil. 7 hal. 358.
[2] Al-Isti’ab jil. 3 hal. 39; Manaqib al-Khawarizmi hal.48; Riyadh Nadhirah jil. 2 hal. 194.
[3] Ibid. Jil. 2 hal. 198; Tarikh al-Khulafa` hal. 124; Al-Itqan jil. 2 hal. 319; Fath al-Bari jil. 8 hal. 485; Tahzib at-Tahzib jil. 7 hal. 338.
[4] Sunan ad-Darimi jil. 1 hal. 54; Tafsir Ibnu Katsir jil. 4 hal. 232; Ad-Dur al-Mantsur jil. 6 hal. 111.
[5] Sunan lbnu Majah jil. 1 hal.44; Khasais Nasai hal. 20; Shahih Turmizi jil. 5 hal. 300; Jami' Ushul Oleh Ibnu Katsir jil. 9 hal. 471; Jami' Shagir Oleh Suyuthi jil. 2 hal. 56 Riyadh; Nadhirah jil. 2 hal. 229.
[6] Tarikh Ibnu Asakir jil. 2 hal. 448; Kunuz al-Haqaiq Oleh al-Maulawi hal. 203; Kanzul Ummal jil. 5 hal. 33.
[7] Tarikh Thabari jil.2 hal.319; Tarikh Ibnu Atsir jil. 2 hal. 62 As-Sirah al-Halabiah jil. 1 hal. 311; Syawahid at-Tanzil Oleh al-Hasakani jil. 1 hal. 371; Kanzul Ummal jil. 15 hal. 15; Tarikh Ibnu Asakir jil. 1 hal. 85; Tafsir al-Khazin Oleh Alaudin as-Syafei; Hayat Muhammad Oleh Husain Haikal Edisi pertama.

Demikianlah pembaca sekalian semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua. Aamin ya Rabbal a'lamin,-

Billahi fi sabililhaq
Muhammad Al Qubra

Stavanger, Norwegia


Sabtu, 07 Desember 2013

MENGAPA TERJADINYA PERBEDAAN DALAM BERAGAMA?


AKAR PERMASALAHAN TERJADINYA PERBEDAAN DALAM BERAGAMA 
ADANYA BERJUTA HADIST PALSU MADE IN PARA 'BAL'M' ATAU ALIM PALSU
YANG MENUHANKAN MUAWIYAH 


Ketika kita buka Internet, tidak habis-habisnya kita saksikan perbedaan cara berfikir. Hal ini disebabkan kebanyakan manusia fanatik buta, tidak ada ruang dalam kepalanya untuk melihat, barangkali yang kita tuduh tanpa pemikiran yang memadai itu, justeru itulah yang benar. Penyebabnya pertama adalah "mursyid" yang ditanam di semua pesantren non pengikut Ahlulbayt itu sesat. Itulah sebabnya ketika kita mampu memberikan argumen yang tepat kepada seseorang, mereka menanyakan pada gurunya sebagai keputusan yang mematikan.

Mengapa itu bisa terjadi? Jawabannya adalah disebabkan mereka terlalu memfokuskan pemikirannya pada "Hadist", bukan pada "Qur-an". Akibatnya mereka bias saat mengam bil keputusan. Hal ini disebabkan berjuta hadist palsu, makanya kita tidak pernah sepen dapat saat beragumen dengan Hadist, kecuali sama-sama kita sadari bahwa adanya filter atau saringan agar tidak terjerumus dengan hadist palsu ketika hendak mencari kebena ran. Apakah itu? Apakah filter itu? "Hadist Tsaqalain" yang murni bukan hadist tsa qalain palsu yang telah merobah hadist Tsaqalai "Qur-an dan Itrah Nabi" kepada "Qur-an dan Hadis nabi"

Sebetulnya kebanyakan manusia tau bahwa Qur-anlah yang dapat mempersatukan per sepsi kita kalau tidak kita pahami hadist Tsaqalain murni sebagai filternya. Kenapa? Kecuali Qur-an, semua kitab lainnya termasuk hadis Nabi dapat dipalsukan dan realitanya Muawiyah bin Abu Sofyanlah pemalsunya dengan memanfaatkan ulama palsu alau alim palsu yang bergentayangan sampai dizaman kita ini, kecuali tiba saatnya Allah turunkan kembali Imam zaman atau Imam terakhir bersama Nabi Isa bin Maryam atau al Masih...

Ironisnya banyak juga orang salah makan obat berargumen bahwa Syi'ah punya Qur-an berbeda dengan Qur-an Sunni. Mereka tertutup mata hati untuk berpikir Allah lah yang menjamin keaslian Qur-an. Bukankah itu orang salah makan obat?

Para kaum takfiri di Timur Tengah, termasuk Suriah gencar membuat fitnah dan hal ini menjadi konsumsi yang empuk bagi kaum yang berbeda pemikiran dengan pengikut Ahlulbayt Rasulullah. (Syiah Imamiah 12 atau Islam mazhab Ja'fari).

Berikut Ini bukti berjuta Hadist Palsu, andaikata anda tidak termasuk kaum yang fanatik buta pasti, mau membacanya:


http://jakfari.files.wordpress.com/2008/05/wafat_nabi_dan_suksesi_di_saqifah.pdf
http://jakfari.files.wordpress.com/2008/05/wafat_nabi_dan_suksesi_di_saqifah.pdf




PERBANDINGAN MAZHAB DALAM ISLAM

"Aku meminta izin untuk berjumpa dengan Imam Ja'far ash Shadiq", begitu Abu Hanifah memulai kisahnya. "tetapi dia tidak memperkenalkanku. Kebetulan  datanglah rombongan orang Kofah meminta izin, dan akupun masuk bersama mereka. Setelah aku berada disisinya, aku berkata:

- Wahai putra Rasulullah, alangkah baiknya jika Anda menyuruh orang pergi ke Kofah dan melarang penduduknya mengecam sahabat Rasulullah saw. Aku lihat disana lebih dari 10.000 orang mengecam sahabat.

+ Mereka tidak akan menerima laranganku.
- Siapa yang berani menolak Anda, padahal Anda putra Rasulullah?
+ Anda orang pertama yang tidak menerima perintahku. Anda masuk tanpa seizinku. Duduk tanpa perintahku. Berbicara tidak sesuai dengan pendapatku. Telah sampai padaku bahwa anda menggunakan qiyas.

- Benar.
+ Celaka anda, hai Nu'man. Orang yang pertama menggunakan qiyas ialah Iblis, ketika Allah menyuruhnya sujud kepada Adam. Lalu dia menolak dan berkata: "Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan ia dari tanah". Hai Nu'man mana yang lebih besar (dosanya), membunuh atau berzina?

- Membunuh
+ Tetapi mengapa Allah menetapkan dua orang saksi untuk pembunuhan dan empat orang untuk zina. Anda gunakan qiyas disini?
- Tidak

+ Mana yang lebih besar najisnya, kencing atau air mani?
- Kencing
+ Mengapa, untuk kencing diperintahkan wudhuk, tetapi untuk mani diperintahkan mandi. Anda juga gunakan qiyas disini?

- Tidak
+ Mana lebih besar, Shalat atau Shaum?
- Shalat
+ Kenapa wanita haid harus mengkadha shaumnya tetapi tidak harus mengkadha shalatnya. Anda juga gunakan qiyas disini?

- Tidak
+ Mana yang lebih lemah, wanita atau pria
- Wanita
+ Mengapa Allah berikan warisan dua bagian bagi pria dan satu bagian bagi wanita. Apakah anda juga pakai qias disini?
- Tidak

Dialog kita cukupkan sampai disini saja. Menurut riwayat, Imam Abu Hanifah - mujtahid besar Ahlus Sunnah ini - kemudian berguru kepada Imam Jakfar ash Shadiq, imam ke enam dalam mazhab "Syiah Imamiah 12". Terkenal ucapan Abu Hanifah: "Laula sanatan, lahalaka Nu'man" (bila tidak ada dua tahun bersama Ja'far, akan celakalah Nu'man). Yang berguru kepada Imam Ja'far bukan saja Abu Hanifah, juga Malik bin Anas, Yahya bin Sa'id, Sufyaniun, Ibnu Juraih, Syu'bah dan Ayyub as Sajastani. Tentang gurunya Malik berkata: "Tidak ada yang dilihat mata, yang didengar telinga, lebih utama dari Imam Ja'far ash Shadiq dalam hal keutamaannya, ilmunya, ibadahnya dan wara'nya".


ISLAM AGAMA TAUHID
Kepada Malik berguru Imam Syafi'i, kepada Syafi'i berguru Imam Hanbali. Secara singkat, mazhab-mazhab besar ini semuanya bersumber kepada sumber yang sama. Namun kenapa terjadi perpecahan diantara pengikut mereka? Mengapa pengikut Syafi'i menentang pengikut Abu Hanifah? Mengapa pengikut Hanbali mengecam pengikut Syafi'i? Mengapa ahlus Sunnah mengkafirkan Syi'ah? Bukankah itu bermakna pengikut dari mazhab empat mengkafirkan gurunya? Bagaimana mungkin itu boleh terjadi? Apanya yang salah? Renungkanlah saudaraku (Angku di Awe Geutah, Tampokdjok, Acheh - Sumatra)

Sumber:
1. Abdul Halim Jundi, Al Imam Ja'far ash Shadiq. Kiro: Majlisul 'ala (tanpa tahun)
2. Lihat komentar Ibnu Hajar tentang Ja'far dalam As Sawaiq al Muhriqah, Kairo: Maktabah al Qahirah, 1385


H. Aboebakar Atjeh lahir
di Kutaradja (Atjeh) pada 28
April 1909. Klik disini:
http://musadiqmarhaban.files.wordpress.com/2011/09/aceh_02006.pdf


Sorri, ini hanya simpanan klipping yang berguna suatu saat:

Pada mulanya, ya mereka bertiga sahabat nabi tetapi ketika Nabi menunjukkan penggantinya, ketiganya membuat rapat gelap dibelakang Ka'bah untuk menjauhkan Imam Ali dari kedudukannya paska kewafatan Rasulullah saww. Rasulullah pasti tau ini akan terjadi berdasarkan info dari Allah sendiri. Ketika Imam Ali bertanya apa yang seharusnya dia lakukan ketika trio itu merebut kekuasaan, Nabi mengarahkan: "Apabila anda punya pengikut 40 orang lawanlah mereka tetapi jika tidak, jagalah darah anda dan darah keluarga anda".

Suatu malam ketika mereka membuat konspirasi di Saqifah, Imam Ali bersama Fatimah az Zahara pergi kesemua rumah kaum Muhajirin dan Ansar, memberitahukan mereka tentang kepemimpinannya sesuai pengumuman Rasulullah di Ghadirkhum. Semua mereka mengaku hak kepemimpinan Imam Ali terhadap Ummah. Imam Ali berpesan, besok pagi-pagi benar kalian harus datang ke tempat saya masing-masing membawa sebilah pedang, dengan rambut dalam keadaan tercukur.

Semua mereka berjanji namun besoknya Imam Ali tidak menemukan seorangpun kecuali hanya 4 orang sahabat, yaitu: Abu Dzar Ghifari, Salman al Farisi, Zubeir bin Awwam dan Al Mighdad. Justeru itulah Imam tidak membuat perlawanan, sesuai arahan Nabi. Sejarah ini tidak pernah dipelajarai oleh non Syi'ah Imamiyah 12 jaman sekarang, makanya mereka salah makan obat dalam beragama.

Kamis, 05 Desember 2013

KONSEP HIDUP DALAM MASYARAKAT YANG MAJEMUK: "LAKUM DIINUMUM WALIADIIN"


"LAKUM DIINUMUM WALIADIIN"
DAN FIRMAN ALLAH JUGA 
"WALANA A'MALUNA WALAKUM A'MALUKUM"

Kawan-kawan sedang memperbincangkan persoalan fenomena agama di Jawa. Itu boleh-boleh saja mencari bukti yang benar, kalau memang bertujuan untuk meredam klik antara Syia'ah dan Sunni. Sebagaimana klaim Sunni bahwa Syi'ah orang baru di Indonesia dimana dengan alasan yang tidak sahih itu mereka hendak membenarkan untuk mengeluarkan penganut Syiah dari kawasan yang mayoritas Sunni.


Bagi orang indonesia yang jujur dan mau berpikir secara kemanusiaan akan berkesim pulan bahwa semua penganut agama berhak hidup dimanapun diatas bumi Allah. Untuk hal ini Allah berkata: "Bagimu agamamu dan bagikulah agamaku". Realita sejarah di Ma dinah itu ketika Rasulullah mendirikan system Islam (Negara Islam), disana ada 4 komunitas yang berbeda a gama. Yaitu Islam, Yahudi, Nasrani dan agama Aminisme. Rasulullah sebagai Rasul Allah dan juga kepala pemerintahan berbuat adil terhadap mereka dan melindungi non moslem seba gaimana moslem sendiri dimata hukum. Lalu kenapa sekarang ada komunitas di Indonesia yang "lebih keras ban depan daripada ban belakang", kalau diumpamakan 'sepeda'? Semoga kaum takfiri itu sadar bahwa mengusir manusia dari tanah endatunya sama dengan sepak terjang kaum quraisy dulu yang mengusir pengikut Rasulullah dari Mekkah hingga terpaksa hijrah ke Madinah dan juga ke Taif sebahagiannya (baca negri non moslem)

Kaum takfiri Indonesia juga sudah pernah mengusir dan membunuh komunitas Muhammaddiah dan Syiah Sampang. Andaikata mereka menggunakan pikiran secara tepat yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, pasti menyadari bahwa mereka boleh saja menganggap Syiah dan Ahmadiah sesat sebagaimana Ahmadiah juga menganggap mereka sesat, itu wajar. Yang tidak wajar mengusir mereka, apalagi membunuhnya, pasti justeru mereka pembunuh itu yang tidak meyakini larangan Allah bahwa membunuh seorang manusia sama dengan membunuh manusia seluruhnya:

Allah berfirman dalam Al-Qur’an : “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya”. (QS. 5 : 32).

Kalau pemerintah maindonesia tidak bergegas melindungi komunitas Syi'ah, Ahmadiah dan juga komunitas lainnya, pemerintah dan segenap aparatnya juga akan mendapat hukuman dan azab Allah kelak, termasuk yang bersekongkol dengan pihak pembunuh tersebut.

Para hakim indonesia juga ikut ambil bagian dari pikiran yang tidak manusiawi seperti terhadap pengikut Ahmad Mosaddeq dimana para kaum takfiri tidak mampu melawan logika Ahmad Mosaddeq lalu memanfaatkan power penguasa untuk memasukkah Ahmad Mosaddeq dalam penjara, begitu rendahnyakah cara mereka mengambil kesimpulan? Untuk kasus Mosaddeq silakan klik disini: 


http://www.youtube.com/watch?v=NcPdbdz85Js
http://www.youtube.com/watch?v=NcPdbdz85Js

Ada hal yang sangat baik kita petik dari Ahmad Mosaddeq ini: "Mengapa mereka resah? Mereka resah sebab tidak punya konsep yang benar dalam beragama"

Kalimat Ahmad Musaddeq ini secara ideologi kembali kepada pihak manapun yang gegabah menghadapi komunitas yang berbeda paham dengan mereka. Logikanya begini: Orang nasrani berkeyakinan bahwa tuhan itu 3 (Trinitas), sedangkan orang Islam meyakini Tuhan Itu satu (surah al ikhlas). Pertanyaannya kenapa kaum takfiri itu tidak mengusir orang Nasrani? Sebabnya konsep mereka para takfiri sedikit lebih baik dari konsep orang Nasrani, makanya mereka bersikap "engeh-enggeh saja". Ketika para takfiri berhadapan dengan Ahmadiah ternyata konsep beragama yang dimiliki komunitas Ahmadiah lebih baik dari konsep para takfiri. Adapun konsep beragama daripada komunitas Syi'ah Imamiah 12 jauh mengungguli dari komsep pihak manapun, makanya kaum takfiri sangat membenci Syiah Imamiah 12. Lalu kenapa mereka sepertinya seolah-olah dapat menerima syiah Zaidiyah? Sebabnya Zaidiah tidak sama dengan Syiah Imamiah 12. Zaidiyah hanya mengaku Imam terakhir Zaid yang bukan Imam yang dinyatakan Allah dan Rasulknya sejak permulaan Islam. Kemudian adalagi Syiah Ismailiah yang juga tidak jauh berbeda dengan komunitas Zaidiyah, namun bagi kami tidak menganggap kedua komunitas itu kafir sebagaimana persepsi kaum takfiri terhadap kami Syiah Imamiah 12 (Islam mazhab Ja'fari)

Kesimpulannya mereka resah terhadap komunitas Syiah dan Ahmadih disebabkan konsep mereka kalah dibandingkan konsep Syiah Imamiah 12 dan Ahmaduah. Dari itu jangan heran kalau mereka gegabah dalam menghadapi kami dan Ahmadiah. Perlu diketahui bahwa kaum takfiri yang kini menjamur di Indonesia adalah exportir dari Arab Saudi yang wahabi. Mereka mengklaim diri sebagai orang 'Salafi', mereka kira orang salafi itu Muawiyah dan ulama 'bal'am' yang ditugaskan Mu'awiyah untuk memproduksikan hadist palsu sampai "berjuta" jumlahnya. Disitulah kesesatan mereka tetapi ironisnya mereka menuduh pengikut Ahlulbayt yang sesat. Mereka lupa bahwa orang Salafi itu juga Imam Ali dan segenap pengikutnya kala itu. Berikut ini saya sertakan jawaban terhadap apa yang mereka tuduhkan bahwa seolah-olah Syiah tidak ada zaman Rasulullah saww:


1. Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asy'ariyah (Pengikut 12 Imam) adalah sebuah komunitas besar dari umat Islam pada masa sekarang ini, dan jumlah mereka diperkirakan ¼ jumlah um mat Islam. Latar bela kang sejarahnya bermuara pada masa permulaan Islam, yaitu saat turun nya firman Allah swt. surat Al-Bayyinah ayat 7 :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّة

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka adalah sebaik-baiknya penduduk bumi. (QS. Al Bayyinah [98]:7)

Selekas itu juga, Rasulullah saww. meletakkan tangannya di atas pundak Imam Ali bin Abi Tha lib a.s., sedang para sahabat hadir dan menyaksikannya, seraya bersabda: “Hai Ali!, Kamu dan para Syi’ahmu adalah sebaik-baiknya penduduk Bumi”. [1] Dari sinilah, golongan ini dise but dengan nama “Syi’ah”, dan dinisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq a.s. karena mengikuti beliau dalam bidang fiqih. Read more:



http://achehkarbala.blogspot.no/.../inilah-syiah-ima miah...
http://achehkarbala.blogspot.no/.../inilah-syiah-ima miah...