Selasa, 14 Juni 2011

DISAAT ARGUMEN KITA YANG HAQ DISISI ALLAH MASIH DITOLAK MUBAHALAH ADALAH JALAN KELUARNYA

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim


MENGAPA NABI SUCI SAMPAI MELAKUKAN MUBAHALAH? 

KALAU NABI SAJA BERANI DIBANTAH APALAGI KITA SEBAGAI PENGIKUT AHLULBAYTNYA 

APAKAH MUBAHALAH INI JUGA BERLAKU BAGI KITA PENGIKUT "PUSAKA" RASULULLAH?

(hsndwsp)

Acheh - Sumatra

فَمَنْ حَاجَّكَ فيهِ مِنْ بَعْدِ ما جاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعالَوْا نَدْعُ أَبْناءَنا وَ أَبْناءَكُمْ وَ نِساءَنا وَ نِساءَكُمْ وَ أَنْفُسَنا وَ أَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكاذِبينَ.
Siapa yang membantahmu (tentang kisah Isa) sesudah datang ilmu (yang sampai kepa damu), maka katakanlah (kepada mereka):" Marilah kita memanggil anak- anak kami dan anak- anak kamu, istri- istri kami dan istri- istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemu dian marilah kita bermubahalah, kemudian kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang- orang yang dusta.(Ali Imran; 61 )
 
Poros Pembahasan
Ayat Mubahalah termasuk satu ayat lain yang berkaitan dengan wilayah Amirul Mukmi nin Ali a.s. dan kedua putranya; Al-Hasan dan Al-Husain. Tema utama yang dikandung oleh ayat mulia ini adalah berkaitan dengan masalah Mubahalah kaum muslimin de ngan kaum Nasrani Najran. Pada satu sisi membuktikan kebenaran kenabian Rasulul lah Saww, sisi kedua juga memberitahukan kepada semuanya bahwa para imam Ahlul bait a.s. memiliki posisi dan kedudukan yang begitu tinggi dan pada sisi ketiga ayat ini juga dapat digunakan untuk menetapkan wilayah Amirul mukminin Ali a.s.
Pendahuluan
Sebelum memasuki penafsiran ayat mulia ini terlebih dahulu perlu dipahami dua poin penting berikut ini: 
   
  1. Ayat ke-35 hingga ayat ke-60 surah Ali Imran berkaitan dengan Nabi Isa a.s. Dalam 26 ayat ini telah dibahas hal-hal yang berkaitan dengan kelahiran, posisi, kepriba dian ibunda beliau; Sayyidah Maryam as, keutamaannya, dialog beliau dengan para Malaikat, hidangan dari langit dan yang lain. Allah Swt setelah panjang lebar memaparkan permasalahan tentang Nabi Isa a.s., berfirman kepada Rasulullah Saw: jika orang-orang Kristen tetap tidak mau menerima hal-hal yang berdalil dan logis di atas maka tempuhlah jalan lain untuk menghadapi mereka; bermubahalah dengan mereka dan tampakkanlah kebenaran.
  2. Apakah Mubahalah itu?
Mubahalah berasal dari kata Bahl. Dalam bahasa Arab kata ini bermakna melepas. Un ta-unta saat beranak, terkadang pemiliknya mengikat puting susunya agar supaya air susu unta tersebut tidak dihabiskan oleh anak-anaknya. Terkadang pula sebagian pe milik unta membiarkan susu-susu itu dan tidak mengikatnya sehingga anak-anak unta dapat meminum air susu sesuka mereka. Orang-orang Arab menyebut unta yang demi kian dengan Ibil Bahil, artinya unta yang susunya terbuka dan dilepas untuk anak-anak nya.Sedang dalam Istilah, kata ini berkaitan dengan sebuah kasus ketika dua orang tidak mampu memuaskan satu sama lain dengan berbagai argumentasi yang disampai kan, maka satu sama lain saling menghujat seraya berkata: jika aku dalam posisi yang benar dan engkau dalam posisi yang salah maka engkau akan terkena siksaan tuhan. P eristiwa semacam ini dengan berbagai syarat yang ada disebut dengan Mubahalah.
            
Kaitan arti linguistik dan terminologis kata Mubahalah sangat gamblang; karena dalam Mubahalah seseorang yang mengklaim bahwa dirinya benar telah melepaskan lawannya dan menyerahkan kelanjutannya kepada Allah Swt. 
فَمَنْ حَاجَّكَ فيهِ مِنْ بَعْدِ ما جاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ Wahai Nabi! Barang siapa dari kaum Nasrani, setelah pembahasan panjang lebar tentang Nabi Isa a.s. yang disertai pelbagai argumen yang kuat masih tetap keras kepala dan tidak mau mengakui kebenaran maka tempuhlah jalan lain; bermubahalahlah dengan mereka.
فَقُلْ تَعالَوْا نَدْعُ أَبْناءَنا وَ أَبْناءَكُمْ وَ نِساءَنا وَ نِساءَكُمْ وَ أَنْفُسَنا وَ أَنْفُسَكُمْ Pada bagian ini, telah ditentukan mereka yang pantas hadir dalam Mubahalah tersebut. Wahai Nabi! Katakan kepada  mereka bahwa dari setiap pihak harus mengikut sertakan empat kelompok ini; 
  1. Pemimpin  kaum muslimin, yaitu Rasulullah Saww dan pemuka orang-orang Nasrani Najran.
  2. Anak-anak kami dan anak-anak kalian.
  3. Wanita-wanita kami dan wanita-wanita kalian.
  4. Jiwa-jiwa kami dan jiwa-jiwa kalian.
Pada pembahasan mendatang akan dibahas secara terperinci maksud dari anak-anak, wanita dan jiwa-jiwa tesebut.
ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكاذِبينَ  Setelah empat kelompok dari kedua belah pihak telah hadir untuk bermubahalah, maka prosesi ini demikian, bahwa barang siapa yang berdusta dan apa yang didakwakannya itu gombal semata, maka siksa tuhan akan menimpa kepadanya sehingga akan tampak jelas di hadapan manusia hakikat dan kebenaran yang sebenarnya. 
Apakah Mubahalah yang disebut di atas telah terjadi?
Soal: apakah prosesi Mubahalah yang digambarkan oleh Al-Quran itu telah terjadi? Jika demikian apa hasil yang didapat darinya?
Jawab: Al-Quran dalam hal ini tidak mengungkapkan apa-apa dan dari ayat-ayatnya tidak dapat disimpulkan apapun tentangnya. Akan tetapi kisah ini sangat terkenal di da lam sejarah Islam.
Sesuai penukilan sejarah, Rasulullah Saww telah memaparkan kisah yang dialami beli au bersama kaum Nasrani Najran tersebut, dan beliau telah menentukan hari H-nya. Kepala pendeta Nasrani yang memiliki posisi tertinggi berkata kepada para jamaah nya: 
“Bersiap-siaplah untuk bermubahalah  dan hadirlah tepat pada waktu yang ditentukan. Jika Nabi Islam pada hari itu membawa para sahabat terkenalnya maka lakukanlah mu bahalah itu! Akan tetapi jika dia (Muhammad Saw) datang dengan membawa anak dan istrinya, maka janganlah kalian melanjutkannya! Karena pada kemungkinan pertama telah terbukti kebohongan risalah yang dibawanya dan pertanda kekalahannya. Na mun dalam bentuk kedua telah jelas kalau dia memiliki hubungan dengan Allah Swt dan  dengan penuh pasrah maju ke medan laga.
Al-hasil, hari H tersebut tiba, para Nasrani menyaksikan Rasulullah Saww telah menun tun tangan dua anak kecil; Hasan a.s. dan Husain a.s. dan didampingi oleh Ali a.s. dan Fathimah Zahra s.a.
Ketua para pendeta saat menyaksikan hal tersebut berkata: Aku melihat raut-raut muka yang jika mereka berdoa akan dikabulkan segala permohonannya dan kalian semua a kan binasa.[1] Urungkan niat kalian untuk bermubahalah, dan beri tahukan kepada ka um muslimin bahwa kita sebagai pengikut agama minoritas siap untuk hidup berdampi ngan dan membayar pajak/upeti.
Rasulullah Saww mengabulkan permintaan mereka dan tidak jadi bermubahalah.Kisah mubahalah –yang singkat tadi- telah dicatat dalam kitab-kitab sejarah. Abu Bakar Ja shash; salah seorang ulama abad ke-empat Hijriah dalam dua kitabnya telah mengung kapkan dua ungkapkan yang begitu indah:
  1. Dalam kitab Ahkamul Quran, dia berkata:”Sesungguhnya para ahli sejarah tidak berbeda pendapat bahwa Nabi Saww telah menuntun Hasan dan Husain dan mem bawa Ali. serta Fathimah untuk menantang kaum Nasrani Najran bermubaha lah.”[2]
  2.  
  3. Dalam kitabnya yang lain di juga mengatakan: sesungguhnya riwayat-riwayat yang dinukil dari Abdillah bin Abbas dan perawi lain yang disebut di dalam kitab- kitab tafsir bahwa sesungguhnya Rasulullah Saww telah membawa Hasan, Husain dan Ali serta Fathimah di belakang mereka, dimana beliau berkata: mere kalah anak-anak, jiwa dan wanita-wanita kami, adalah riwayat-riwayat yang muta watir.[3]
Oleh karena itu, telah terdapat riwayat-riwayat yang begitu banyak yang menjelaskan turunnya ayat tersebut. Berikut ini dua riwayat darinya:
Di dalam bagian “Fadhail Sahabah” kitab Sahih Muslim, tercatat sebuah riwayat yang begitu menarik dan mencengangkan. Sebuah riwayat yang dinukil dari Sa’ad bin Abi Waqash. Sa’ad berkata: Aku datang menemui Mu’awiyah, Dia berkata kepadaku, aku mendengar engkau tidak mencaci Ali? Kenapa engkau tidak melaknat putra Abi Thalib itu? Apa yang mencegahmu?[4]
 
Sa’ad menjawab: aku mendengar tiga hal dari Rasulullah Saww tentang Ali yang mencegahku untuk melaksanakan perintahmu itu;
  1. Saat Rasulullah Saww hendak menuju peperangan Tabuk, beliau menunjuk Ali sebagai penggantinya di kota Madinah. Ali bertanya kepada beliau: kenapa Anda meninggalkanku di Madinah dan tidak mengikut sertakan diriku berperang? Nabi Saww menjawab: Apakah kamu tidak rela hubunganmu denganku sama dengan hubungan Harun a.s. terhadap Musa a.s.; sebagaimana Harun saudara dan peng ganti Musa maka engkau adalah saudara dan penggantiku. 
  2.  Pada peperangan Khaibar, telah banyak orang yang pergi untuk membuka ger bang benteng namun mereka kembali dengan kegagalan. Sampai pada satu ma lam, Rasulullah Saww bersabda: besok hari, aku akan memberikan bendera kepada seseorang yang tidak mengenal lelah dalam berjuang dan tidak pernah la ri dari peperangan. Semua sahabat menanti siapa gerangan orang yang dimak sud oleh beliau. Keesokan harinya, Nabi Saww melihat semua sahabat, akan tetapi beliau tidak melihat Ali a.s. Beliau bertanya, di mana Ali? Sahabat menja wab, dia sedang sakit mata dan sekarang sedang beristirahat. Beliau bersabda: datangkan Ali ke mari! Ali a.s. datang kemudian Rasulullah Saww memoleskan lu dahnya ke mata beliau. Akhirnya berkat ludah Nabi dan izin Allah Swt mata beliau sembuh. Lalu bendera diberikan kepada Ali a.s. dan setelah itu beliau menjebol gerbang benteng Khaibar.
  3.  Pada kisah Mubahlah, Rasulullah Saww membawa Ali, Fathimah, Hasan dan Husain untuk bermubahalah dengan Nasrani Najran.
Sa’ad setelah memaparkan hal tersebut kepada Mu’awiyah, berkata: wahai Mu’awiyah apakah dengan keutamaan-keutamaan yang aku dengar dari Rasulullah Saww tentang Ali itu, aku mau melaknatnya?
Mu’awiyah terdiam tidak mau melanjutkan permintaannya.[5]
Siapakah  أَبْناءَنا نِساءَناوَ أَنْفُسَنا ?
Berkenaan dengan yang dimaksud kata نِساءَنا  adalah putri Rasulullah Saww, Fathimah s.a kurang lebih tidak ada perbedaan di antara Syi’ah dan Ahli sunah. Sebagaimana para ulama juga tidak berselisih bahwa yang dimaksud dengan  أَبْناءَنا  adalah Hasan dan Husain a.s.
Oleh karena itu poros pembahasan ayat ini hanya berkaitan dengan maksud  أَنْفُسَنا sehingga untuk memahami maksudnya tersebut butuh kepada pembahasan lebih lanjut.
Marhum Qadhi Nurullah Syusytari dalam kitabnya yang sangat berharga Ihqaqul hak berkata:” Para mufasir telah bersepakat bahwa  أَبْناءَنا  adalah Hasan a.s. dan Husain a.s. dan نِساءَنا  yang dimaksud adalah Sayyidah Fathimah s.a. dan maksud dari  أَنْفُسَنا  adalah Ali a.s. Ayatullah ‘Udzma Mar’asyi r.a. dalam catatan kaki kitab ini menukil poin di atas dari sekitar 60 kitab (dari Ahli sunah).[6]  Dengan demikian, masalah ini begitu gamblang sehingga tidak hanya terdapat di kitab-kitab Syi’ah tapi juga disebut dalam kitab-kitab Ahli sunah.
Akan tetapi sayang sekali, kendati riwayat yang begitu banyak ini ada segelintir mufasir Ahli sunah yang terjebak dalam kefanatikan dan tafsir bi Ra’y sehingga mereka terpak  sa menyodorkan hal-hal yang membingungkan. Berikut ini dua contoh darinya:
  1. Alusi dalam kitab Ruhul Ma’ani, mengakui bahwa hanya Hasan, Husain, Fathimah dan Ali yang terlibat dalam prosesi Mubahalah. Selain itu dia menandaskan bah wa seorang mukmin tidak pantas meragukannya. Akan tetapi, setelah menjelas kan hal-hal tadi dia mulai menjelaskan dalil ulama Syi’ah dan mengklaim bahwa maksud dari أَنْفُسَنا adalah Rasul sendiri sedang Ali a.s. termasuk dalam misdaq أَبْناءَنا; karena dalam sastra bahasa Arab mantu juga disebut dengan Ibn.
Jawaban soal ini begitu jelas; karena sesuai ayat ini Rasulullah telah memanggil tiga kelompok. Jika maksud dari أَنْفُسَنا adalah beliau, apakah maksud dari menyeru diri sendiri? Mengingat Al-Quran kitab yang paling fasih, tentu tidak akan membawakan hal yang tidak fasih semacam ini dan tidak akan pernah menyuruh Rasul untuk mengajak dirinya sendiri. Dengan demikian maksud dari أَنْفُسَنا bukan Rasul. Di samping itu, dalam tata bahasa Arab tidak didapati seorang mantu juga tergolong dalam anak sendiri, kalaupun ada, hal itu metafora saja dan jarang dijumpai.
Kita tidak perlu terlalu heran akan ungkapan semacam ini; karena ini adalah hasil fana tisme yang tidak pada tempatnya, fanatisme semacam ini sanggup membawa seseo rang memaksakan keyakinannya yang menyimpang untuk memahami Al-Quran karim. 
  1. Lebih tragis dari ungkapan Alusi ini dapat dijumpai dalam ungkapan Muhammad Abduh dalam Al-Manarnya. Saat sampai pada ayat Mubahalah ini, dia menulis: Ri wayat-riwayat telah sepakat bahwa Rasulullah Saww telah memilih Ali, Fathimah dan kedua putranya untuk bermubahalah. Dan yang dimaksud dengan Nisa’ da lam ayat tersebut adalah Fathimah, sedang kata Anfusana adalah Ali saja. (hanya saja) riwayat-riwayat itu berasal dari sumber-sumber Syi’ah dan tujuan mereka su dah jelas.
Sungguh, ungkapan Muhammad Abduh ini begitu menggelikan. Awal dan akhir ungka pannya bertentangan. Karena di awal dia mengklaim riwayat ini disepakati dan menjadi ijmak ulama, tapi di akhirnya dia menisbatkannya kepada kalangan Syi’ah. Selain itu sebagaimana telah lewat, ungkapan Muhammad Abduh tidak dapat dibenarkan karena mayoritas riwayat-riwayat ini dinukil dari Ahli sunah. Tidak ada yang dapat diungkap kan lagi atas ungkapan semacam ini, selain rasa prihatin. Al-hasil, dengan penjelasan tadi ayat Mubahalah termasuk ayat Muhkamat dan jelas yang menunjukkan wilayah Amirul mukminin Ali a.s. dan putra-putra beliau.
Soal: memang benar ayat Mubahalah termasuk ayat yang menjelaskan keutamaan Amirul mukminin Ali a.s., akan tetapi apa hubungan ayat ini dengan masalah wilayah dan kepemimpinan beliau dan memasukkan ayat ini dalam kategori ayat-ayat wilayah?
Jawab: sebagaimana telah lewat maksud dari Anfusana dalam ayat Mubahalah adalah Ali a.s. Rasul Saw yang memanggil Ali a.s. sebagai jiwanya sendiri apakah itu bermak na hakiki atau hanya metafora saja? Tanpa ragu lagi, seruan itu tidak bermaksud haki ki; artinya Ali bukanlah seorang nabi! Akan tetapi maksudnya adalah Ali a.s. memiliki keutamaan seperti beliau dalam keberanian, kematangan, ketakwaan dan pengorba nan serta keutamaan yang lain. Konklusinya, Ali a.s. dalam kedudukan dan keutamaan nya sepadan dengan Rasulullah Saww. Dengan mengacu kepada poin ini jika memang harus ada pengganti setelah Rasulullah Saww dan ada seseorang yang dilantik dari sisi Allah Swt atau ummat Islam ingin memilih pemimpin untuk mereka, apakah mereka tidak mau memilih seorang sosok yang setingkat atau sedikit di bawah Rasulullah?Ti dakkah sosok pilihan masyarakat orang yang memiliki keutamaan, ketakwaan dan ke maksuman Rasulullah Saww?
Dan jika ada sosok yang dimaksud ini, akan tetapi orang-orang selainnya yang dipilih, apakah akal sehat tidak menyebutnya sebagai tindakan yang tercela? Oleh karena itu saat misdaq kata anfusana itu adalah Ali a.s. maka itu merupakan jembatan menuju wilayah beliau.

[1] Orang yang hadir dalam Mubahalah harus memiliki dua hal pokok. Pertama, sesuai pengakuan Pendeta harus memiliki keimanan, seorang pembohong tidak akan pernah maju untuk bermubahalah. Kedua, orang seperti ini memiliki hubungan yang erat de ngan Allah Swt, di mana saat dia berdoa atau mengutuk akan dikabulkan. Ulama Naj ran yang berjumlah tiga atau sepuluh orang itu, saat melihat dua hal ini pada diri Rasulullah Saww dan para pendampingnya mengurungkan niatnya untuk bermubaha lah.
[2] Ahkamul Quran, jilid2, halaman 16. (Sesuai penukilan Ihqaqul hak, jilid 3, halaman 48).
[3] Ma’rifatu ulumil Hadis, Cetakan Mesir, halaman 50. (Sesuai  penukilan Ihqaqul hak, jilid 3, halaman 48).
[4] Ungkapan ini merupakan cerminan puncak ketertindasan Imam Ali a.s. dan klimaks kebencian dan permusuhan bani Umayyah terhadap beliau. Mereka begitu keji dan ko tor sehingga melegalkan laknat terhadap sosok Ali a.s. dimana seluruh kaum muslimin minimal menerima beliau sebagai khalifah keempat, bahkan mereka akan menyiksa o rang  yang tidak melakukannya! Yang perlu disayangkan adalah sebagian Ulama Ahli sunah masih tetap membela kekejian yang dilancarkan oleh bani Umayyah dengan
pentolannya Mu’awiyah ini, mereka menyebutnya sebagai pemimpin kita.
[5] Sahih Muslim, jilid 4, halaman 187, hadis ke-32.
http://www.al-shia.org/html/id/books/hedayat-shoodam/001.htm
http://www.al-shia.org/html/id/books/hedayat-shoodam/001.htm










Minggu, 12 Juni 2011

REALITANYA SEMUA ORANG MENYERUKAN UNTUK BERSATU TETAPI MEREKA TIDAK MEMFOKUSKAN PADA PETUNJUK ALLAH (QS. 3:103)




Bismillaahirrahmaanirrahiim  

 MENGAPA  SYI'AH?

DAN BERPEGANG TEGUHLAH KAMU SEMUANYA PADA TALI  ALLAH DAN JANGANLAH KAMU BERCERAI-BERAI .

(Al Qur-an 3:103)


 
Istilah “Syiah” adalah sebuah kata sifat yang digunakan umat muslim yang mengikuti para Imam (Ahl al-Bayt) dari keluarga nabi saww. Mereka menggunakannya bukan untuk ala san sektarianisme atau untuk menyebab kan perpecahan di kalangan umat Islam. Mereka menggunakannya karena Alquran menggunakannya, Nabi Muhammad saw menggunakan nya, dan kaum muslim awal menggunakannya – sebelum istilah seperti Sunni atau Salafi ada.

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-be rai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musu han, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripa danya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk ". (QS. 3:103)

Bagaimana mungkin Nabi saww. menggunakan istilah yang memecah belah?

Apakah Nabi Ibrahim seorang sektarian? Bagaimana dengan Nabi Nuh dan Nabi Musa? Jika Syiah adalah istilah yang memecah belah atau sektarian, Allah tidak akan menggunakannya bagi para nabi-Nya yang agung dan Nabi Muham mad saww juga tidak akan memuji mereka.

Perlu ditekankan bahwa Nabi saw tidak pernah ingin membagi muslim ke dalam kelompok-kelompok. Beliau saww. menyeru manusia untuk mengikuti Imam Ali as sebagai wali selama hidupnya, dan sebagai penggantinya dan khalifah nya setelah beliau saw. Sayang sekali mereka yang memperhatikan keinginan Nabi saw hanya sedikit sekali dan mere ka di kenal dengan “Syiah Ali”. Para pengikut Ali dijadikan subjek dengan berbagai diskriminasi dan tuduhan, bahkan menderita sejak wafatnya Nabi Muhammad saw. Jika semua muslimin taat pada apa yang Nabi saw inginkan, maka tidak akan ada golongan-golongan di dalam Islam. Di dalam hadisnya, Rasulullah saw berkata :

"Tak lama setelah saya (wafat), perselisihan dan kebencian akan muncul di antara kalian, apabila keadaan demikian muncul, pergi dan carilah Ali, karena dia dapat memisahkan Kebenaran dari kebatilan”.

q  Ali Muttaqi al-Hindi, Kanz al-'Ummal, (Multan) jil. 2 p. 612, no. 32964

Mengenai ayat Quran yang telah dikutip, beberapa ulama suni meriwayatkan dari Imam Ja'far al-Sadiq (as), Imam ke enam Syiah dari keluarga suci Nabi Muhammad saw (Ahl al-Bayt):

"Kami adalah tali Allah ketika Allah berfirman: "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah dan ja ngan lah bercerai berai".
 
q  al-Tha'labi, Tafsir al-Kabir, pada tafsir surat 3:103
q  Ibn Hajar al-Haytsami, al-Sawa'iq al-Muhriqah, (Kairo) bab 11, bag.1, hal. 233
Jadi, jika Allah mencela sekatarianisme, Dia mencela mereka yang memisahkan diri dari tali-Nya, bukan kepada mere ka yang berpegang teguh padanya!

Kesimpulan:
Kita telah saksikan bahwa istilah Syiah sudah digunakan dalam Alquran untuk para pengikut dari hamba-hamba Allah yang saleh, dan terdapat di dalam hadis-hadis dari Nabi saw untuk para pengikut Imam Ali as . Barangsiapa yang me ngikuti  petunjuk-Nya, maka dia selamat dari perdebatan di dalam agama, berpegang teguh pada Tali Allah yang kuat dan diberikan kebahagiaan abadi di surga.

Syiah dalam Hadis

Di dalam sejarah Islam, “Syiah” sudah digunakan secara khusus bagi pengikut Imam Ali as. Istilah ini bukan baru ditemukan setelahnya! Manusia pertama yang menggunakan terma ini adalah Rasulullah sendiri. Ketika ayat ini diturunkan:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh mereka itulah sebaik-baiknya makhluk
(Quran 98:7)

Nabi saw. berkata kepada Ali: "Ini adalah untuk engkau dan Syiahmu

Beliau saw melanjutkan perkataannya: "Saya berjanji dengan Dia yang mengatur kehidupan saya bahwa orang ini (Ali) dan Syiahnya akan selamat di hari kiamat”

q  Jalal al-Din al-Suyuthi, Tafsir al-Durr al-Manthur, (Kairo) jil. 6, hal. 379
q  Ibn Jarir al-Tabari, Tafsir Jami' al-Bayan, (Kairo) jil. 33, hal. 146
q  Ibn Asakir, Ta'rikh Dimashq, vol. 42, hal. 333, hal. 371
q  Ibn Hajar al-Haytsami, al-Sawa'iq al-Muhriqah, (Kairo) Ch. 11, Bab 1, hal 246-247

Nabi saw berkata: "Wahai Ali! (Pada hari kiamat) engkau dan Syiahmu akan datang kepada Allah dalam keadaan diridai dan meridai, juga akan datang pada-Nya musuh-musuhmu dgn marah dan leher mereka yang kaku (kepala mereka dipaksa melihat ke atas).

q  Ibn al-'Atsir, al-Nihaya fi gharib al-hadith, (Beirut, 1399), jil. 4 hal. 106
q  al-Tabarani, Mu'jam al-Kabir, jil. 1 hal 319
q  al-Haytsami, Majma' al-Zawa'id, jil. 9, nomor 14168

Nabi saww. berkata : "Berbahagialah, wahai Ali!  Sesungguhnya engkau dan Syiahmu akan berada di surga."

q  Ahmad bin Hanbal, Fadha'il al-Sahaba, (Beirut) jil. 2, hal. 655
q  Abu Nu'aym al-Isbahani, Hilyatul Awliya, jil. 4, hal. 329 
q  al-Khatib al-Baghdadi , Tarikh Baghdad, (Beirut) jil. 12, hal. 289
q  al-Tabarani, Mu'jam al-Kabir, jil. 1, hal. 319
q  al-Haytsami, Majma' al-Zawa'id, jil. 10, hal. 21-22
q  Ibn 'Asakir, Ta'rikh Dimashq, jil. 42, hal. 331-332
Ibn Hajar al-Haytsami, al-Sawa'iq al-Muhriqah, (Kairo) bab. 11, bag. 1, hal. 247

Syiah di dalam Alquran

Kata “Syiah” bermakna “ pengikut” ; “anggota dari suatu golongan”.  Allah telah menyebutkannya di dalam Quran bahwa beberapa hamba-Nya yang saleh (para nabi) adalah syiah bagi hamba-hamba lain-Nya yang saleh.

Dan sungguh Ibrahim termasuk dari Syiah-nya (Nuh)
(Quran 37:83)

Dan dia (Musa) masuk ke kota ketika penduduknya sedang lengah, dan dia mendapati padanya dua laki-laki berkelahi. Seorang dari Syiahnya (Bani Israil) dan yang seorang lagi dari golongan musuhnya (Qibthi). Maka yang dari golongannya itu meminta pertolongan dari golongan musuhnya.
(Quran 28:15)

Jadi Syiah adalah kata resmi yang digunakan Allah di dalam Alquran-Nya untuk para nabi-Nya yang agung juga para pengikutnya.

Jika seseorang adalah Syiah (pengikut) dari hamba-Nya yang saleh, maka tidak ada yang salah untuk menjadi seorang Syiah. Di sisi lain, jika seseorang menjadi Syiah dari seorang tiran atau penjahat, dia akan bernasib sama dengan pemimpinnya. Alquran menyatakan bahwa di hari kebangkitan seseorang akan datang berkelompok, dan setiap kelompok memiliki pemimpin (imam) di depannya. Allah berfirman:

(Ingatlah) pada hari di mana setiap orang dipanggil bersama imamnya
(Quran 17:71)

Pada hari kebangkitan, nasib “para pengikut” dari setiap kelompok tergantung dari pada nasib dari para imamnya (bukti bahwa mereka mengikuti imamnya).  Allah menyebutkan dalam Alquran bahwa ada dua tipe dari Imam :

Dan Kami jadikan mereka imam-imam yang menyeru ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan di tolong. Dan Kami ikutkan untuk mereka laknat di dunia ini, sedang di hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dihinakan.
(Quran 28:41-42)

Alquran juga mengingatkan kita bahwa ada para imam yang di tunjuk oleh Allah sebagai petunjuk manusia :

Dan Kami jadikan di antara mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami tatkala mereka bersabar dan adalah mereka yakin kepada ayat-ayat Kami.
(Quran 32:24)


Pastilah, pengikut sejati (Syiah) dari imam-imam tersebut yang akan menjadi orang paling beruntung pada hari kiamat.


http://al-islam.org/faq/

1. Hadits Al Kisa (Selimut) diriwayatkan oleh Aisyah:
“Pada suatu pagi Rasul saw keluar sambil mengenakan jubah yang terbuat dari bulu berwarna hitam,kemudian datang Hasan maka beliau memasukkannya ke dalam jubahnya.Kedudian datang Husain, beliapun memasukkannya. Kemudian datang Fatimah dan Ali, beliaupun memasukkannya, kemudian beliau membacakan Al Ahzab 33; “..Sesungguhnya Allah berkeinginan untuk menghilangkan Rijs (dosa) dari kamu hai Ahlulbayt, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya.”

2. Hadits Tutup Pintu (HR. Ahmad 1:175):
“Amara Rasulullahi bi sadd al abwab al syari’ati fi almasjidi wa taraka bab aliyyin.” (Rasulluwah saww meme rintahkan menutup semua pintu yang terbuka ke masjid, dan membiarkan pintu rumah Ali).

3. Hadits Ttg Kecintaan kepada Ali as:
Rasul saww:” Tidak mencintaimu (Ali) kecuali Mukmin dan tidak membencimu kecuali Munafik.” (Musnad Ahmad 1-84,95,128; Sahih Muslim 1-41; Sahih Turmudzi 2-301; Sunan An Nasa’i 2-271;

4. Hadits Tsaqalain (2 peninggalanPusaka):
Rasul saww: “Sesungguhnya aku adalah seorang manusia yang akan meninggalkan kalian. Aku tinggalkan dua (2) perkara besar di antara kalian; Kitab Allah (Al Qur’an) yang merupakan cahaya dan hidayah,maka berpegang teguhlah kalian kepada Al Qur’an dan juga kutinggalkan Ahlulbayt-ku diantara kalian. Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti Ahlulbayt-ku, Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti Ahlulbayt-ku, Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti Ahlulbayt-ku.” (HR. Muslim 4-1873, Ahmad, Nasa’i, Hakim, Turmudzi).

5. Hadits Ttg Bahtera Nuh:
Diriwayatkan oleh Ibn Abbas menukilkan dari Rasul saww: “Ahlulbayt-ku seperti Bahtera Nuh as, orang yang menaikinya akan selamat dan yang meninggalkannya akan tenggelam”. (Majma Az Zawaid, 9-168).










Selasa, 07 Juni 2011

SELAYANG PANDANG TENTANG BIOGRAPHY SYAHID DR ALI SYARI'ATI

 DR ALI SYARIATI'S FATHER AND TEAKHER
IN 1939,
MUHAMMAD TAQI SYARIATI
 DR ALI SYARIATI'S MOTHER,
LATE MRS. ZAHRA SYARIATI

Bismillaahirrahmaanirrahiim



SEKALI LAGI
TENTANG BIOGRAPHY SYAHID DR ALI SYARI'ATI
AHLI PIKIR ISLAM IRAN
YANG MAMPU
MELULUH LANTAKKAN ASUMSI BARAT YANG SANGAT DIKAGUMI
PIHAK MANAPUN SEBELUMNYA
(hsndwsp)
Acheh - Sumatra


Dr Ali Shariati lahir di Mazinan, pinggiran kota Masyhad, Iran. Ia menyelesaikan seko lah dasar dan menengahnya di Masyhad. Pada tahun-tahun di Guru's Training College, ia datang membuat kontak dengan pemuda yang berasal dari strata ekonomi masya rakat bawah dan merasakan kemiskinan dan kesulitan yang ada.

Pada usia delapan belas tahun, ia mulai sebagai guru dan sejak menjadi mahasiswa serta guru. Setelah lulus dari perguruan tinggi pada tahun 1960, ia mendapat  beasis wa,  ia mengejar studi pascasarjana di Perancis. Dr Shariati, seorang mahasiswa ke hormatan, menerima gelar doktor dalam bidang sosiologi pada tahun 1964 dari Uni versitas Sorbonne.

Ketika ia kembali ke Iran ia ditangkap di perbatasan dan dipenjarakan dengan dalih bahwa ia telah berpartisipasi dalam kegiatan politik selama belajar di Perancis. Dirilis pada tahun 1965, ia mulai mengajar lagi di Universitas Masyhad. Sebagai seorang so siolog muslim, ia berusaha untuk menjelaskan masalah masyarakat Muslim dalam te rang-menjelaskan prinsip-prinsip Islam mereka dan mendiskusikan mereka dengan murid-muridnya. Sangat segera dia mendapatkan popularitas dengan siswa dan ke las sosial yang berbeda di Iran. Untuk alasan ini, rezim merasa berkewajiban untuk menghentikan program di universitas.

Kemudian ia dipindahkan ke Teheran. Di sana, Dr Syari'ati melanjutkan karir yang sa ngat aktif dan cemerlang. Kuliahnya di Houssein-e-Irsyad Institut Agama tidak hanya menarik enam ribu mahasiswa yang terdaftar di kelas musim panas tetapi juga ba nyak, ribuan orang dari berbagai latar belakang yang terpesona oleh ajarannya.

Edisi pertama bukunya sangat laris, lebih dari enam puluh ribu eksemplar yang cepat terjual habis, meskipun gangguan obstruktif oleh otoritas di Iran. Dihadapkan dengan keberhasilan yang luar biasa dari program Dr Shariati's, polisi Iran mengelilingi Hous sein-e-Irsyad Institute, menangkap banyak pengikutnya dan dengan demikian menga khiri aktivitasnya. Untuk kedua kalinya, ia menjalani delapan belas bulan penjara  da lam kondisi sangat keras. Melalui tekanan yang sangat Populer dan protes internasi onal, pihak yang berwajib rezim Iran, melepaskan Dr Shariati pada tanggal 20 Maret 1975. Namun, ia tetap berada di bawah pengawasan ketat oleh agen keamanan Iran. Ini bukan kebebasan sama sekali karena ia tidak bisa menerbitkan pikirannya atau menghubungi murid-muridnya. Dalam kondisi menyesakkan tersebut sesuai dengan ajaran dari Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saww, ia menyadari bahwa ia harus bermigrasi ke luar negeri. Sukses dalam usahanya, ia pergi ke Inggris, tetapi menja   di martir tiga minggu kemudian pada 19 Juni 1977 oleh SAVAK yang memata-matai dimana-mana.

Dr Shariati belajar dan berpengalaman sekolah filsafat, teologi dan sosial banyak pe mikiran dalam pandangan Islam. Orang bisa mengatakan bahwa dia adalah seorang Muhajir Muslim yang bangkit dari kedalaman lautan mistisisme timur, naik ke puncak gunung hebat ilmu sosial barat, namun tidak kewalahan, dan ia kembali ke tengah-te ngah kita dengan segala perhiasan dan perjalanan yang fantastis.

Dia bukan seorang fanatik reaksioner yang menentang sesuatu yang baru tanpa pe ngetahuan apapun, juga ia bukan dari kaum intelektual yang disebut kebarat-baratan yang meniru barat tanpa penilaian independen. Pengetahuan tentang kondisi dan ke kuatan waktu, ia memulai kebangkitan Islam dengan pencerahan massa, khususnya pemuda. Dia percaya bahwa jika elemen masyarakat memiliki iman yang benar, me reka benar-benar akan mendedikasikan diri mereka sendiri dan menjadi elemen ak   tif dan Mujahid yang akan memberikan segala hal termasuk kehidupan mereka-untuk cita-cita mereka.

Dr Shariati terus berjuang untuk menciptakan nilai-nilai kemanusiaan pada generasi muda, generasi yang nilainya telah dirusak dengan bantuan metode yang paling ilmiah dan teknis. Dia penuh semangat mencoba untuk memperkenalkan kembali sejarah al Quran dan Islam untuk remaja sehingga mereka dapat menemukan jati diri mereka di semua dimensi manusia dan melawan semua kekuatan masyarakat dekaden.

Dr Shariati menulis banyak buku. Dalam semua tulisan-tulisannya, ia mencoba untuk menyajikan gambaran yang jelas dan asli Islam. Dia sangat percaya bahwa jika gene rasi intelektual dan baru menyadari kebenaran iman ini, upaya ke arah perubahan so sial akan sukses.

A Brief Biography of

Dr. Ali Shariati

Dr. Ali Shariati was born in Mazinan, a suburb of Mashhad, Iran. He completed his elementary and high school in Mashhad. In his years at the Teacher's Training College, he came into contact with youth who were from the lower economic strata of the society and tasted the poverty and hardship that existed.

At the age of eighteen, he started as a teacher and ever since had been a student as well as a teacher. After graduating from college in 1960, on a scholarship he pursued graduate studies in France. Dr. Shariati, an honor student, received his doctorate in sociology in 1964 from Sorbonne University.

When he returned to Iran he was arrested at the border and imprisoned on the pretext that he had participated in political activities while studying in France. Released in 1965, he began teaching again at Mashhad University. As a Muslim sociologist, he sought to explain the problems of Muslim societies in the light of Islamic principles-explaining them and discussing them with his students. Very soon he gained popularity with the students and different social classes in Iran. For this reason, the regime felt obliged to discontinue his courses at the university.

Then he was transferred to Teheran. There, Dr. Shariati continued his very active and brilliant career. His lectures at Houssein-e-Ershad Religious Institute attracted not only six thousand students who registered in his summer classes, but also many thousands of people from different backgrounds who were fascinated by his teachings.

The first edition of his book ran over sixty thousand copies which were quickly sold-out, despite the obstructive interference by the authorities in Iran. Faced with the outstanding success of Dr. Shariati's courses, the Iranian police surrounded Houssein-e-Ershad Institute, arrested many of his followers and thereby put an end to his activities. For the second time, he underwent an eighteen month prison term under extremely harsh conditions. Popular pressure and international protests obliged the Iranian regime to release Dr. Shariati on March 20, 1975. However, he remained under close surveillance by the security agents of Iran. This was no freedom at all since he could neither publish his thoughts nor contact his students. Under such stifling conditions according to the teachings of the Quran and the Sunnah of the Prophet Mohammed (PBUH), he realized that he should migrate out of the country. Successful in his attempt, he went to England but was martyred three weeks later on June 19, 1977 by the ubiquitous SAVAK.

Dr. Shariati studied and experienced many philosophical, theological and social schools of thought with an Islamic view. One could say that he was a Muslim Muhajir who rose from the depth of the ocean of eastern mysticism, ascended to the heights of the formidable mountains of western social sciences, yet was not overwhelmed, and he returned to our midst with all the jewels of this fantastic voyage.

He was neither a reactionary fanatic who opposed anything that was new without any knowledge nor was he of the so-called westernized intellectuals who imitated the west without independent judgment.
Knowledgeable about the conditions and forces of his time, he began his Islamic revival with enlightenment of the masses, particularly the youth. He believed that if these elements of the society had true faith, they would totally dedicate themselves and become active and Mujahid elements who would give every thing including their lives-for their ideals.

Dr. Shariati constantly fought to create humanitarian values in the young generation, a generation whose values have been defaced with the help of the most scientific and technical methods. He vigorously tried to re-introduce the Quran and Islamic history to the youth so that they may find their true selves in all their human dimensions and fight all the decadent societal forces.

Dr. Shariati wrote many books. In all his writings, he tried to present a clear and genuine picture of Islam. He strongly believed that if the intellectual and new generation realized the truth of this faith, attempts toward social change would be successful.
http://abatasya.net/2009/02/18/akhirnya-kutemukan-kebenaran/
http://www.shariati.com/photogallery.html

http://www.shariati.com/bio.html

di Ujung Dunia



Senin, 06 Juni 2011

SECARA GARIS BESAR SYSTEM PEMERINTAHAN TERBAGI DUA, SYSTEM TAGHUT DAN SYSTEM ISLAM

Bismillaahirrahmaanirrahiim


KALAU DI ZAMAN RASULULLAH 
PEMERINTAHAN ISLAM DIPEGANG OLEH RASULULLAH SENDIRI 
 PASTI BENAR DAN MENDAPAT REDHA ALLAH SWT
SETELAH WAFATNYA RASULULLAH DIGANTIKAN OLEH PARA IMAM YANG DI UTUS PASKA RASULULLAH
APABILA IMAM ZAMAN BERADA DALAM KEADAAN GHAIB KUBRA
PARA ULAMA WARASATUL AMBYALAH YANG HARUS MEMIMPIN SETIAP PEMERINTAHAN ISLAM ATAU SYSTEM ISLAM
KALAU TIDAK BERARTI ITU NAMANYA SYSTEM TAGHUT
hsndwsp
Acheh - Sumatra

Iran berhasil menggulingkan rezim despotik yang mendapat support kuat Bal'am dan AS serta berhasil juga mendirikan system yang Islami (baca Wilayatul Fakih) Inilah teory system Islam murni yang dibangun Imam Khomaini, bintang Revolusi Islam Iran yang belum ada duanya. Substansi Wilayatul Faqih susunan Imam Khomaini, kuncinya di pegang oleh 12 orang Ulama bukan Presiden dan juga bukan DPR. Aplikasinya, setelah DPR membuat RUU harus di serahkan dulu kepada 12 orang Ulama tadi untuk diperiksa berdasarkan Qur-an dan Hadist. Andaikata bertentangan denganm Qur-an atau Hadist akan dicoret dan diserahkan kembali kepada DPR untuk diperbaiki. Andaikata sudah 3 kali diperiksa dan ternyata masih salah, lembaga 12 Ulama tersebut yang memperbaikinya. Setelah mendapat pengesahan dari 12 Ulama tersebut barulah diserahkan kepada Presiden untuk dijalankan sepenuhnya. Diatas 12 orang Ulama tadi masih ada satu lagi kuncinya system, yang disebut "Imam" dimana dulunya ditempati oleh Imam Khomaini sekarang digantikan oleh Sayyed Ali Khamenei (Rahbar) Inilah khasnya system Islam yang dibangun oleh Imam Khomaini.

Adapun Mesir memang sudah berhasil menggulingkan Husni Mubarrak yang juga
mendapat support kuat Bal'am dan AS tetapi Mesir belum berhasil menggulingkan rezim despotiknya yang dikuasai oleh militer konco Mubarrak. Hal ini terbukti bahwa Israel masih mendapatkan suplay gas dan pintu Jalur Gaza juga sudah ditutup kembali oleh penguasa Mesir tanpa diberitahu alasan kenapa ditutup balik. Pernyataan untuk bersatu dengan RII sangat tepat sebagaimana dinyatakan oleh Ulama Mesir itu, tinggallagi Mesir juga harus meninggalkan system demokrasi ala Barat yang kekuasaan tertinggi berada ditangan DPR (Legislatif), namun dalam prakteknya sering diserobot kekuasaan Legislatif oleh Presiden yang merobah system Demokrasi itu menjadi Diktator. Mesir harus berpaling kepada system Islam sebagaimana di miliki RII. Dengan menganut system bangunan Imam Khomainilah mereka dapat terjamin tidak masuk perangkap Demokrasi gadongan lagi. Hal ini disebabkan System Wilayatul Fakih itu, kuncinya dipegang oleh Ulama warasatul Ambya bukan ulama bal'am/gadongan. (hsndwsp, Acheh - Sumatra)




Ulama Mesir Serukan Perlawanan Anti Israel
Seorang ulama senior Mesir memuji langkah yang diambil dalam membangun kembali hubungan antara Iran dan Mesir serta menyerukan seluruh umat Islam untuk membentuk sebuah front persatuan melawan rezim Zionis Israel.

Jamaluddin Quthb, imam shalat Jumat Kairo dan guru di Universitas al-Azhar, menyesalkan ketidakmampuan umat Islam dalam menghadapi kekejaman Israel terhadap bangsa Palestina meskipun komunitas Muslim tergolong besar, IRNA melaporkan pada hari Jumat (3/6).

"Muslim mendiami 54 negara di dunia, tapi mereka tidak punya kekuatan, sementara Zionis meskipun populasinya kecil, namun mereka mampu menggertak 1,5 miliar umat Islam," kata Quthb.

Ulama Mesir ini mendesak solidaritas di tengah umat Islam sehingga mereka bisa mencapai kemajuan di berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik dan militer.

"Jika kita bisa memperkuat diri dalam segala aspek, maka kita akan mampu membuat Zionisme global menggigit jari," tegasnya.

Quthb lebih lanjut menyoroti era revolusi di Mesir dan Iran dan memuji hubungan dekat antara Republik Islam Iran dan Mesir pasca-revolusi. "Bangsa Iran pada 11 Februari 1979 dan bangsa Mesir pada 11 Februari 2011, memperoleh kemenangan atas penguasa tiran dan kita menilai kesamaan ini sebagai pertanda baik," tambahnya.

Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar selain melihat bangsa Mesir dan Iran hidup berdampingan setelah mereka terbebas dari tirani untuk mewujudkan persatuan umat Islam dan kemuliaan Islam, ujarnya. (IRIB/RM)

Iran managed to overthrow the despotic regime that gets stronger support Balaam and the United States and managed to establish an Islamic system (read Wilayatul Fakih) Theory This is a pure Islamic system was built Imam Khomaini, the star of the Islamic Revolution of Iran which has not been second to none. Substance Wilayatul Faqih Imam Khomaini composition, the keys on hold by 12 people Ulema not the President nor the Parliament. Application, after the House made the bill must be submitted first to the 12 people cleric had to be examined based on the Qur'an and Hadith. If conflicting denganm Qur'an or Hadith would be banned and handed back to parliament for repair. Had already checked 3 times and was still different, the 12 institutions that fix these Ulama. After receiving the endorsement of 12 Ulema then submitted to the President to run fully. Scholars had over 12 people still there is one more key system, called "Priest" which was once occupied by the Imam Khomaini now replaced by Sayyed Ali Khamenei (Rahbar) This is the typical Islamic system built by Imam Khomaini.

The Egyptians had been successfully overthrow Hosni Mubarrak which also
received strong support Balaam and the U.S. but have not managed to overthrow the Egyptian regime that ruled by the military despotiknya Mubarrak sidekick. It is evident that Israel still get the gas supply and the door has closed the Gaza Strip also returned by the ruler of Egypt without being told the reason why close behind. Statement to unite with the RII is exactly as stated by the Egyptian cleric, tinggallagi Egypt also had to leave the system of Western-style democracy is the highest authority in the hands of Parliament (Legislative), but in practice often snatched by the President of the Legislative powers that change the system of Democracy is a dictator. Egypt must turn to the Islamic system as it is owned RII. By embracing their Khomainilah Imam building system can be guaranteed not fall into the trap of Democracy gadongan again. This is due to System Wilayatul Fakih, the key held by the Ulema scholars warasatul Ambya not Balaam / gadongan. (Hsndwsp, Aceh - Sumatra)



Egyptian cleric urges resistance against Israel
A senior Egyptian cleric praised the steps taken in the rebuilding of relations between Iran and Egypt and called on all Muslims to form a united front against the Zionist regime of Israel.

Jamaluddin Qutb, the Friday prayer imam of Cairo and a teacher at al-Azhar University, lamented the inability of Muslims in the face of Israeli atrocities against the Palestinians despite the relatively large Muslim community, IRNA reported on Friday (3 / 6).

"Muslims living in 54 countries in the world, but they do not have the strength, while the Zionists despite the small population, but they were able to bully 1.5 billion Muslims," ​​says Qutb.

Egyptian cleric urged solidarity among Muslims so that they can achieve progress in various fields, including economics, politics and military.

"If we can strengthen ourselves in all aspects, then we will be able to make global Zionism biting fingers," specifically.

Qutb further highlights the era of revolution in Egypt and Iran and praised the close ties between the Islamic Republic of Iran and Egypt after the revolution. "Iranian nation on February 11, 1979, and the Egyptians on February 11, 2011, obtained a victory over the tyrants and we assess this similarity as a good sign," he added.

There is no greater happiness than to see the Egyptians and Iranians living side by side after they were freed from tyranny to realize the unity of Muslims and the glory of Islam, he said. (IRIB / RM)